Anak TAPAS

Mendidik Sejak Dini Tuk Pemimpin Yang Dijanji

Halaqoh Tahfidzul Qur'an

Menggapai Idaman Tuk Mahkota Orang Tua

HALAQOH TAHFIDZ

Pembelajaran Alqur'an, memperbaiki bacaan Alqur'an, menghafal Alqur'an didalam halaqoh ini.

GERBANG PONDOK

Bismillah dengan penuh yakin akan hidup bahagia dengan Islam. Aku datang ke pondok ini untuk mendalami Islam dengan penuh ridho dan ikhlas.

MASJID DARUL MANAR

Masjid tempat dimana kami mengadu, mengeluh, memohon, dan berharap.Atas pertolongan, inayah,rohmat, dan solusi dari setiap permasalahan yang kami adukan pada Yang Maha Pemberi Rohmat dan Rohim

Rabu, 23 Oktober 2013

Tidakkah Engkau Rela Jika Dunia Menjadi Milik Mereka dan Akhirat Menjadi Milik kita?

Banyak kaum muslimin yang sulit untuk menerima kenyataan dimana orang-orang non muslim hidup dalam gemerlap harta benda dan bernasib lebih baik dalam soal kehidupan duniawi, sekalipun mereka kafir atau musyrik. Realita ini tidak hanya pada level individu, tapi juga pada level negara, dimana negara-negara kafir Barat identik dengan negara maju dan kaya. Sementara negara-negara Islam dikategorikan sebagai negara dunia ketiga yang miskin dan terbelakang.
Tidak ada yang aneh dalam kondisi tersebut, sebab permasalahan itu akan menjadi sangat sederhana selama kita masih berpegang pada dua hal, Kitabullah dan Sunnah Nabi SAW. Telah banyak terdapat dalam Al Qur`an dan As-Sunnah mengapa orang-orang kafir justru hidup kaya raya sekalipun mereka kufur atau menyekutukan Allah. Semua ini hanya dapat difahami oleh setiap orang yang mempunyai hati atau mau menggunakan pendengarannya sedang dia menyaksikannya.
Tidak aneh apabila masalah ini menjadi rumit bagi kaum muslimin yang memiliki pemahaman terbatas. Sebab sekelas sahabat ‘Umar bin Khaththab sebagai salah seorang terdekat dengan Rasulullah SAW saja pernah merasakan hal yang sama dimana ‘Umar menceritakan:
“Rasulullah SAW berbaring di atas selembar tikar sambil tersenyum. Tidak ada sesuatupun yang mengalasi antara Beliau dan tikar tersebut. Di bawah kepala beliau terdapat sebuah bantal terbuat dari kulit yang pinggirnya berjahitkan tali dari serabut. Pada kedua kakinya terdapat anyaman daun yang dibentuk dan pada kepalanya terdapat kulit yang tergantung. Lalu aku melihat bekas tikar pada lambung beliau dan akupun menangis. Maka beliau bertanya: “Apa yang membuat engkau menangis?” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Kisra dan Kaisar telah hidup dengan kemewahan yang mereka miliki, padahal engkau adalah utusan Allah.” Beliau lalu bertanya: “Tidakkah engkau rela jika dunia menjadi milik mereka berdua dan akhirat menjadi milik kita?”
Dan dalam riwayat lain disebutkan, bahwa ‘Umar RA menceritakan: “Lalu aku masuk menemui Beliau dan aku dapati dalam keadaan berbaring di atas lantai berpasir. Tidak ada kasur antara lantai pasir tersebut dan beliau, hingga pasir tersebut membekas pada lambung beliau. Kepalanya beralaskan bantal kulit yang pinggirnya dijahit dengan tali serabut. Kemudian aku mengucapkan salam kepadanya……, lalu aku mengangkat pandanganku ke atas di dalam rumah beliau dan sungguh aku tidak menemukan sesuatu yang melindungi pandangan kecuali tiga lembar daun kelor. Maka aku berkata: “Berdo’alah kepada Allah agar melapangkan rezeki atas umatmu. Karena sesungguhnya raja Persia dan Kaisar Romawi telah dilapangkan rezeki atas mereka dan diberi kekayaan dunia, padahal mereka tidak menyembah Allah.” Sambil bersandar, beliau menjawab: “Apakah engkau masih ragu tentang aku wahai Ibn Al Khaththab? Mereka adalah kaum yang disegerakan kenikmatan hidup dunia.” Maka aku berkata: “Wahai Rasulullah, mintakanlah ampun untukku.”
Jawaban Nabi SAW atas pertanyaan ‘Umar RA merupakan jawaban yang memuaskan dan sempurna bagi setiap orang yang bertanya, mengapa dirinya fakir dan miskin padahal dia beriman dan taat kepada Allah, sementara mengapa orang-orang kafir hidup bergelimang harta padahal mereka kufur atau menyekutukan atau durhaka kepada Allah SWT. Firman-Nya: “Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain.” (Al Furqaan : 20). Ayat ini berarti bahwa: “Kami menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain, untuk mengetahui siapa yang ta’at dan siapa yang durhaka, siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur terhadap nikmat Allah SWT.”
Allah SWT telah menciptakan surga dan neraka, lalu menjadikan bagi keduanya penghuni yang berhak untuk hidup kekal di dalamnya. Adapun surga, hanya akan dihuni oleh orang-orang beriman yang bersaksi atas keesaan Allah SWT dan mengakui kenabian Muhammad SAW. Lalu mereka menyembah dan menta’ati Allah SWT, lalu mati dalam keadaan beriman dan ta’at kepada-Nya. Sedangkan neraka, akan dihuni oleh setiap manusia yang kufur dan durhaka kepada Allah SWT, lalu mati dalam keadaan tersebut. Akan tetapi, diantara wujud keadilan Allah SWT yang akan membalas perbuatan baik dengan sepuluh hingga ratusan kali lipat, bahwa Dia SWT juga akan membalas setiap manusia atas perbuatan baik yang dilakukannya, sekalipun dia seorang kafir.
Ada segolongan orang kafir yang selalu melakukan kebaikan dan memberikan sedekah kepada orang-orang fakir serta menggunakan harta mereka untuk hal-hal kebajikan. Hanya saja, karena surga telah diharamkan atas orang-orang kafir sehingga mereka tidak mungkin memasukinya untuk mendapatkan balasan atas kebaikannya, maka Allah SWT akan mensegerakan balasannya di kehidupan dunia yang merupakan surga bagi mereka. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi SAW: “Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” Hingga di saat orang kafir telah memasuki kehidupan akhirat, maka dia tidak akan mendapatkan pahala apapun, sebagaimana firman Allah SWT: “Janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang segera menjadi kafir; sesungguhnya mereka tidak sekali-kali dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun. Allah berkehendak tidak akan memberi sesuatu bahagian (dari pahala) kepada mereka di hari akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.” Ali Imran : 176 Ayat ini berarti, kebijaksanaan Allah SWT terhadap orang-orang kafir adalah, bahwa dengan kehendak dan kekuasaan-Nya, Dia ingin untuk tidak memberikan bagi mereka sedikit bagian pun di kehidupan akhirat.

Selasa, 10 September 2013

Budaya Pecundang dan Problem Peradaban

Oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi
“Orang yang kalah sangat suka “mengekor” kepada pihak pemenang: dalam motto hidupnya, pakaiannya, cara beragama, bahkan cara hidup dan kebiasaannya”
’Abd al-Ramān ibn Khaldūn
Peringatan sosiolog Muslim kesohor, Ibn Khaldūn (w. 808 H) di atas patut direnungkan. Apalagi jika sekarang disematkan kepada kaum Muslimin: yang dimana-mana dijajah oleh motto hidup, mode dan trend pakaian, religiusitas ala Barat, bahkan dari sisi kebiasaan mereka. Semuanya dapat disimpulkan “membeo” kepada produk Barat.
Ibn Khaldūn, dalam al-Muqaddimah, kemudian menjelaskan bahwa sebab terjadinya “pembeoan” oleh pihak pecundang terhadap pemenang adalah: karena jiwa manusia selalu meyakini bahwa “kesempurnaan” (al-kamāl) berada di pihak pemenang. Bisa jadi karena pihak pemenang terlalu diagungkan atau karena ada kerancuan berpikir bahwa sikap tunduk kepada pihak pemenang dianggap sebagai hal biasa saja. Karena demikian itu maka terjadi berbagai bentuk imitasi dalam segala bentuknya oleh para pecundang. Itu lah yang disebut dengan al-iqtidā’ (sikap bersuri-tauladan).
Pengarang kitab al-Muqaddimah untuk kitab al-‘Ibar wa Dīwān al-Mubtada’ wa al-Khabar fī Ayyām al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar wa Man ‘Āarahum min Dzawī al-Sulān al-Akbar itu juga menyebutkan bahwa pihak pencundang (al-maghlūb) selalu meniru pihak pemenang (al-ghālib) dalam: pakaian (mode), kendaraan, dan senjata, bahkan dalam segala tindak-tanduknya. Kesimpulannya seperti dalam peribahasa al-‘Āmmah ‘alā dīn al-mālik (rakyat jelata biasanya ikut hukum sanga raja).
Umat Islam hari ini memang tengah menjadi al-maghlūb (kalah) sementara barat dapat dikatakan al-ghālib (menang), khususnya dari sisi teknologi. Mungkin lagi zamannya Firman Allah berlaku, wa tilka al-ayyām nudāwiluhā baina al-nās (demikianlah hari-hari itu Kami (Allah) pergilirkan diantara manusia, Qs. 3: 140). Saat ini umat Islam berada “di bawah” dan negara-negara (bangsa) barat sedang berada “di atas”. Mereka superior, umat Islam inferior. Mereka mendominasi sementara umat Islam baru bisa mengimitasi.
Problem Peradaban
Kondisi di atas pula mengingatkan kepada satu pertanyaan yang diajukan oleh Shakib Arselan: Limādzā Ta’akhkhara al-Muslimūn wa Limādzā Taqaddama Ghairuhum? (Mengapa Umat Islam Terbelakang Sementara Bangsa Lain Maju?) Satu pertanyaan penting namun mengganggu perasaan yang paling dalam. Pertanyaan yang cukup menyentil kesadaran siapa saja yang masih merindukan kemajuan dan kebangkitan Islam dimasa mendatang. Namun di sini pula problemnya: umat Islam belum massif menghargai dan menjunjung tinggi peradaban agamanya.
Shakib Arselan kemudian memberikan satu jawaban penting bahwa ada kematian ilmiah dalam tubuh umat Islam. Karena mereka tidak lagi menganggap ilmu sebagai satu bagian hidup yang terpenting di dalam Islam. Di sini kita diingatkan oleh Allah Swt. tentang wahyu perdana yang turun kepada Nabi Muhammad di Gua Hirā: Iqra’! Inilah persoalan internal yang sesungguhnya.
Jadi, problem sesungguhnya adalah problem keilmuan. Dari problem ini kemudian menanjak kepada problem peradaban. Di titik ini sejatinya umat Islam dipermainkan oleh musuh-musuh mereka. Karena peradaban Islam tengah berada di gerbong peradaban modern yang sangat sekular dan liberal. Tapi anehnya, peradaban ini pula yang menjadi panutan hari ini.
Untuk mendongkrak peradaban itu perlu ada, dalam istilah Iqbal, “Revolusi Akal”. Dalam bait syairnya, Iqbal mengingatkan:
Kususun balatentara dari Kerajaan Cinta
Sebab Revolusi Akal kian mengancam Masjidil Haram
Tabiat nyata Majenun ini tak dikenal oleh dunia
Dunia hanya pantas menjadi pakaian Intelek
Tapi sambil memakai jubah ini ku sampai ke stasiun 
Menyambut kedatangan Intelek yang akan tawaf di rumah suci

Jangan kira Intelek bebas dari ketentuan pengadilan
Lewat orang beriman ia akan ditimbang seperti di Hari Perhitungan
(Mohammad Iqbal, Pesan Kepada Bangsa-bangsa Timur, Terj. Abdul Hadi, W.M (Bandung: Mizan, hlm. 21).
Di sini memang penting untuk melihat “akal” kita: nalar sehat untuk bisa melihat kondisi umat Islam hari ini. Karena kata Iqbal, “Akal manusia adalah upaya alam untuk melakukan kritik diri.” (Lihat, Javid Iqbal, Hafeez Malik, Linda P. Malik, dan Muhammad Daud Rahbar, Sisi Manusiawi Iqbal, Terj. Ihsan Ali Fauzi & Nurul Agustina (Bandung: Penerbit Mizan: 1412 H/1992, hlm. 105).
Siapa pun harus “gelisah” melihat kondisi umat Islam hari ini. Satu kondisi yang dapat dikatakan nyaris tanpa etika ilmiah. Karena Islam tidak boleh didefinisikan sebatas kumpulan ibadah yang dikerjakan oleh seorang manusia namun jauh dari etika amaliah. Sehingga memungkinkan seorang manusia menghadap Allah – dengan penuh keikhlasan – ketika beribadah, lalu menghadap kepada selain Allah ketika berhadap dengan urusan duniawi yang lain.
Padahal Islam yang dipahami, dimaknai, dan dihayati oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya serta pengikutnya adalah: menundukkan seluruh jiwa hanya kepada Allah. Dimana seluruh jiwa-raga manusia dihadapkan kepada Allah. Artinya: seluruh pemikiran manusia, perasaan, dan etika praksisnya berada di bawah kendali undang-undang yang ditetapkan oleh Allah. (Lihat, Muḥammad Quṭb, Hal Naḥnu Muslimūn? (Kairo: Dār al-Syurūq, 1426 H/2005 M, hlm. 13-14).
Terakhir, penting direnungkan nasehat Iqbal dalam syairnya yang berjudul ‘Hikmah Fir’aun’ berikut ini:
Kearifan umat beriman telah kulepaskan
Kini kupelajari kearifan umat yang murtad.
Kearifan umat yang murtad adalah kebohongan dan tipu muslihat
Apakah kebohongan dan tipu muslihat? – Perusak jiwa dan penegak tubuh.

Inilah kearifan yang membebaskan diri dari tali iman
Dan tersesat jauh dari rumah Cinta.
Orang-orang yang mengikuti jalan Fir’aun ini
Berpikir seperti budak mengikuti kehendak majikannya.
Dengan cara yang memikat, pendeta dan ulamanya
Menafsirkan agama menurut kemauan kaisarnya.
Kesatuan umat dipecah belah dengan progam pembeoannya
Tak ada yang berani menentang kecuali Musa dan Tongkatnya

Malanglah umat yang terperangkap tipu muslihat golongan lain
Yang menghancurkan diri sendiri dan membangun untuk kepentingan orang lain.
Mereka memperoleh kecakapan ilmiah dan keterampilan seni
Namun tak menyadari kepribadiannya sendiri.
Mereka menghapuskan ayat Tuhan dari cincinya.
Cita-cita di hatinya bangkit cuma untuk tenggelam.
Mereka tak diberkati keturunan yang diresapi rasa hormat
Jiwa dalam tubuh anak-anak mereka seperti bangkai dalam kuburan.

Generasi tuanya congkak luar biasa
Yang muda sibuk berias seperti wanita kampungan.
Kemauan yang muncul dari hati mereka tak pernah mantap
Mereka dilahirkan mati dari rahim ibu-ibu mereka.
Gadis-gadisnya terjerat oleh mode pakaian
Dan bermacam-macam alat kecantikan
Mereka senang berpakaian mewah
Alis matanya dirias seperti sepasang pedang
Perhiasannya gemerincing menyilaukan mata
Buah dadanya dipamerkan seperti ikan di kolam
Itulah bangsa yang abunya yang tak mengandung bara lagi
Dan pagi harinya lebih gelap dari malam.
Yang diburu hanya kekayaan dunia
Hidupnya diliputi kecemasan dan ngeri menghadapi kematian.
Kekayaan membuatnya kikir dan cinta kesenangan dunia
Yang diburu adalah kulit kerang, lupa akan mutiara yang terpendam.

Kekuasaan rajanya adalah tujuan pemujaan
Sebagai ganti dari hilangnya iman kepada Tuhan.
Pandangannya tak mampu menembus tembok masa kini
Dan karenanya tak pernah mampu menciptakan masa depan.
Sejarah anak cucunya di dalam genggaman tangannya
Tapi sayang, apa yang diucapkan tak diamalkan dalam perbuatan.

Syahadatnya adalah mengabdi kepada kekuasaan asing
Dan candi dibangun dengan batu bata rerontok mesjid.
Sungguh malang bangsa yang menjauhkan diri dari Tuhan dan wahyu-Nya
Ia adalah bangsa yang mati, namun tak sadar bahwa mati.

*) Penulis adalah guru Pesantren di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah. Penulis juga Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMU) Sumut. Menulis buku ‘Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia’ (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2012)

Minggu, 08 September 2013

Bercermin pun Harus Hati-Hati

“Ternyata, aku cakep!” ujarnya setelah memastikan kalau bayangan itu memang benar-benar diri kancil sendiri. Dan, kancil pun melompat-lompat kegirangan. Tiap kumpulan hewan yang ia lalui seolah tersenyum memandangi dirinya. Bisikan yang selalu ia yakini pun mengatakan, “Kancil cakep, Ya! Kancil cakep!”

Begitu seterusnya hingga hewan periang ini menemukan genangan air yang lain. Warna air itu agak kusam. Beberapa dahan pohon yang mulai membusuk dalam air seperti memberi warna hijau pekat. Dan bayang-bayang yang dipantulkan genangan itu pun akan menjadi kusam.

“Hei, kenapa wajahku seperti ini?” teriak kancil sesaat setelah memandangi bayangan wajahnya dari permukaan genangan air itu. Ia jadi kian penasaran. Terus ia pandangi genangan itu seolah mencari detil-detil kesalahan. Tapi, bayangan itu tak juga berubah. Ia terlihat kusam, kumuh. Bulu-bulu coklatnya yang bersih tak lagi tampak seperti apa adanya. “Ternyata aku salah! Aku tidak cakep!” keluh kancil sambil beranjak meninggalkan genangan air.

Berjalan agak lunglai, kancil membayangkan sesuatu yang tak nyaman. Sapaan manis hewan-hewan yang ia lalui, terasa agak lain. Tiap sapaan seperti sebuah hinaan: “Kancil jelek! Sok cakep!” Itulah kenapa kancil selalu menunduk ketika berpapasan dengan siapa pun yang ia jumpai. Mulai dari kuda, kerbau, rusa, zebra, dan kambing. Ia merasa begitu rendah dibanding yang lain. Keriangannya pun berganti kesedihan. Pelan tapi pasti, bayang-bayang itu pun menjadi sebuah pengakuan. “Aku memang sok cakep!”

***

Hidup dalam sebuah kebersamaan adalah sama dengan memandangi diri dalam seribu satu cermin sosial. Masing-masing cermin punya sudut pandang sendiri. Bayangan yang ditampilkannya pun sangat bergantung pada mutu cermin. Tentu akan beda antara bayangan cermin jernih dengan yang kusam. Terlebih jika cermin itu sudah retak.

Memahami keanekaragaman cermin ini akan membuat seseorang seperti berjalan pada bentangan tambang di sebuah ketinggian. Ia mesti merawat keseimbangan: antara percaya diri yang berlebihan dengan rendah diri yang kebablasan. Percaya diri yang berlebihan, membuat langkah menjadi tidak hati-hati. Dan rendah diri yang kebablasan, membuat langkah tak pernah memulai.

Andai keseimbangan percaya diri ini yang dipahami kancil, tentu ia tak terlalu bangga dengan bayangan yang terasa begitu membuai. Karena di cermin yang lain, bayangan dirinya menjadi buruk. Sangat buruk. Andai keseimbangan ini yang dipegang kancil, insya Allah, ia tak akan jatuh. (mn)

Kamis, 20 Juni 2013

Dihina Orang? EGP Aja!

dihinaOleh: Syaripudin Zuhri
Galau? Kata ini biasanya keluar kalau seseorang mendapat hinaan atau kritikan yang tajam dari pihak lain. Ada saat saat dalam pergaulan, kau mungkin merasa direndahkan, merasa terhina atau merasa diremehkan karena kedudukan, status sosial atau jenis pekerjaanmu. Lalu kau merasa direndahkan sedemikian rupa,  hingga kau merasa dikucilkan atau merasa tak dianggap sama sekali atau bahkan tak “diorangkan” oleh orang lain, sabarlah  dan ucapkan: Alhamdulillah!
Loh gimana sih, lagi dihina orang kok alhamdulillah? Ya,  karena pada saat kau merasa dihina atau memang betul-betul dihina atau bahkan mungkin dicaci maki dihadapan orang banyak, katakan “alhamdulillah” mengapa ? Karena pada saat itu sedang terjadi transfer yang luar biasa cepatnya, dimana pahalamu sedang bertambah dari orang yang menghinamu, sedangkan dosa-dosamu sedang diambil orang yang sedang menghinamu. Nah bukankah itu membahagiakan, mendapat pahala gratis dan terhapus dosamu tanpa usaha.
Susah memang pada awalnya, dihina kok alhamdulillah? Yang jelas, tak perlu merasa terhina saat dihina orang lain, karena orang yang mudah menghina orang lain adalah bukan orang yang mulia. Jangan-jangan lebih hina dari orang yang sedang dihina. Lagi pula, Tuhan dalam firmanNya mengatakan” Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain ( karena ) boleh jadi mereka ( yang diolok-olokan ) lebih baik dari mereka yang mengolok-olokan ” (QS Al Hujurot, 49:11).
Jelas sekali kan firmanNya itu. Jadi mengapa perlu bersedih atau sakit hati bila dihina orang lain ? EGP aja, Emangnya Gue Pikirin! Lagi pula hinaan itu ibarat kawah candradimuka, hati itu digodok sedemikian rupa, agar tak mudah goyah, tabah dan sabar. Jadilah ilalang yang diinjak-injak orang masih tetap hidup atau jadilah seperti baja yang makin di tempa, makin di palu makin kuat.
Kita sudah sama-sama mengetahui bahwa orang yang mulia sangat menghargai orang lain dan mudah memaafkan orang lain yang bersalah kepadanya. Jika terjadi sebalikknya itulah orang yang hina. Memang dalam kehidupan, orang  begitu merasa sakit di hati bila mendapat penghinaan dari orang lain, sampai-sampai mungkin tidak bisa tidur karenanya, boleh jadi menimbulkan dendam yang membara hingga ada niat untuk membalas rasa sakit hati tersebut pada orang yang telah menghinannya.
Namun bila dihadapi dengan hati yang jernih, saat di hina, justru “alhamdulillah” karena saat itulah kita dapat mengetahui kualitas akhlak orang lain, saat itulah kita dapat mengetahui siapa sesungguhnya orang yang sedang menghina itu. Dan jangan lupa,  orang yang suka sekali menghina orang lain, sebenarnya sedang menghina dirinya sendiri, satu telunjuk dia arahkan pada orang lain, ke empat jarinya yang lain sedang mengarah pada dirinya sendiri.
Dan boleh jadi saat dihina kita segera dapat mengintropeksi diri, jangan-jangan kita memang pantas untuk dihina, karena kelakuan, perkataan atau perbuatan kita sendiri. Jika memang hinaan itu benar, kata “alhamdulillah”pun masih tepat, karena secara tidak langsung, orang yang sedang menghina itu telah menunjuki kesalahan kita.
Alhamdulillah, ada “konsultan”  gratis yang tanpa diminta telah menunjukan kesalahan kita. Dengan demikian, kita akan segera memperbaiki diri. Nah bukankah hinaan itu membawa hikmah? Nah bukankah kalau kita mendapat hikmah, kita bersyukur? Sedangkan kata yang paling tepat untuk bersyukur adalah alhamdulillah.
Kata alhamdulillah kelihatanya sederhana, namun mengadung makna yang luar biasa. Bila saat dihina atau merasa dikucilkan saja sudah mampu mengucapkan alhmdulillah, apa lagi bila mendapat rejeki, pujian atau mendapat sesuatu yang baik, sudah sepantasnya kita mengucapkan kata “alhamdulillah”, segala puji bagi Allah, kita kembalikan pujian tersebut kepada Allah SWT yang paling berhak untuk dipuja dan dipuji karena Dia memang Maha Terpuji dan tak ada kata yang mampu mengatasi pujian untukNya yang datang dari diriNya sendiri, kecuali kata: “ alhamdulillah”
Kembali kepada hinaan orang, rumus yang paling sederhana untuk menghadapinya tadi ya dengan kata EGP diatas, Emangnya Gue Pikirin. Ini kalimat sederhana, tapi mampu meredakan kegalauan di hati. Karena dengan tidak memikirkan hinaan orang lain, produktifitas kerja akan terus terjaga, yang penting kerja, kerja dan kerja, tentunya dengan terus menerus meningkatkan kualitas kinerja itu sendiri dan tetap berprinsif: kerja itu ibadah dan amanah. Maka harus tetap dijaga dan dipelihara. Dan kalau mau diuraikan kata EGP, selain Emangnya Gue Piikirin, bisa juga berarti sebagai berikut:
Pertama, hurup” E” empati, merasakan apa yang dirasakan orang lain. Kalau diri sendiri tak mau dihina orang lain, maka jangan menghina orang. Engkau hanya seorang manusia biasa, tak luput dari salah, khilaf dan dosa. Jadi ketika hinaan yang datang  padamu, ya biasa saja mengahadapinya. Kecuali kalau hinaan itu sudah menjurus kepada kebencian yang penuh dendan kesumat, sehingga hinaan tadi menghancurkan harga dirimu, ya ada hak untuk melawan untuk memberikan pelajaran bagi orang yang suka menghina itu. Karena yang menghinapun belum tentu lebih baik dari yang dihina! Lihat ayat di atas. Jadi mengapa takut? Tak ada yang perlu ditakuti kecuali Allah SWT, takut yang dapat menyebabkan ketundukan padaNya.
Kedua, hurup” G” giatlah dalam pekerjaan dan usaha, lawan hinaan tersebut dengan kerja giat dan usaha yang terus menerus, jadikan hinaan tersebut semacam obat, pahit tapi menyembuhkan. Atau jadikan hinaan itu semacam racun yang kau rubah menjadi obat yang mujarab. Persis seperti bisa ular yang dijadikan lambang setiap apotik.
Coba perhatikan kenapa ular yang dijadikan lambang di setiap apotik tersebut, bukannya binatang lain? Ya itu tadi, racun dijadikan obat! Kok bisa? Jangan lupa, hinaan yang sering kau terima bisa jadi melatih dirimu atau jiwamu menjadi kebal terhadap hinaan tersebut. Hingga ketika dihina orang tak mudah lagi tersinggung, dengan demikian hati tak mudah menjadi galau, resah, gelisah atau susah. Hati menjadi lapang, ngapain menanggapi hinaan, bolehkan membalas hinaan? Ya boleh saja, kalau mau!
Namun membalas hinaan dengan hinaan juga, itu ibarat api dibalas dengan api, apinya bukan padam, bahkan semakin panas dan membara, iyakan? Bukankah api dapat dipadamkan dengan air, maka lawanlah hinaan tadi dengan kata-kata yang baik, lembut dan bijaksana atau lawanlah hinaan tadi dengan giat bekerja atau meningkatkan kinerja, kalau hinaan itu tentang pekerjaanmu.
Ketiga, hurup” P” pikirkanlah lebih dahulu setiap mendapat hinaan atau kritikan yang merusak, kalau kritikan yang membangun itu sudah tentu baik adanya, tapi kalau kritikan tujuannya hanya untuk merusak atau hanya penghinaan yang terselubung, ya pikirkan juga, jangan-jangan itu sinyal bagimu juga. Untuk menghadapi hinaan yang sudah keterlaluan, perlu berpikir positif atau tetap berpikir positif, agar tak mudah tersulut. Karena biasanya kalau orang mudah tersulut atau terbakar terhadap hinaan yang datang, maka emosinya meluap-luap, meledak-meledak atau bahkan bisa tak terkendali.
Nah yang begini ini akan susah jadinya. Karena kalau emosi yang jalan, bukan pikiran yang bergerak, ya sudah, maka api kemarahan akan berkobar-kobar, maka akan terjadilah bakar-bakaran beneran! Lihat saja betapa banyak orang yang tak mampu mengendalikan emosinya, hatinya terbakar, maka fisiknya ikut membakar, maka benda-bendapun menjadi sasaran pembakaran! Kenapa bisa terjadi? Ya karena tak bijak menghapai hinaan tadi, tak bijak menghadapi kritikan tadi. Hinaan bukan dihadapi dengan pikiran yang tetap positif, tapi emosional.
Jadi singkat kata, hadapi hinaan tadi dengan EGP, Emangnya Gue Pikirin, dalam arti cuekin aja hinaan itu, nanti juga hilang dengan sendirinya. Atau hadapi hinaan tersebut dengan EGP yang lain, yaitu Empati, Giat bekerja atau giat usaha dan Pikiran yang positif. Dengan dua modal EGP tersebut, insya Allah tak mudah goyah, atau rendah diri gara-gara mendapat hinaan atau kritikan orang lain.  Belajarlah dari pohon mangga yang sedang berbuah, dilempari batu, yang melempari diberikan buahnya!

Moskow, 19 Juni 2013.

Senin, 17 Juni 2013

Duhai Bunda, Kasihilah Anakmu

kereta jepangPagi itu cerah. Saya sedang menikmati dua jam perjalanan menuju Tokyo. Di kala orang-orang bergegas berangkat ke kantor atau ke sekolah. Kereta selalu penuh di saat itu. Tetapi berpergian ke tempat yang cukup jauh dari tempat saya tinggal selalu membuat anak-anak ceria. Saya pun terbawa ke alam keceriaan mereka.
Saya duduk di ujung gerbong, tempat untuk orang-orang khusus. Di setiap kereta di Jepang, ada bangku khusus untuk orang tua, ibu hamil, orang sakit atau yang cedera berat, dan ibu-ibu yang membawa anak kecil. Suatu wujud kepedulian pemerintah Jepang terhadap warganya yang lemah. Inilah tempat pavorit saya yang senantiasa membawa dua balita kala berpergian. Beberapa meter di sebelah kanan saya, duduk juga seorang ibu muda dengan dua anak balitanya. Usianya sama dengan usia anak-anak saya. Yang besar sekitar tiga atau empat tahun, dan yang kecil sekitar satu tahun. Dua anak yang lucu dan menggemaskan bagi yang melihatnya. Anak pertamanya duduk dengan manis di samping sang ibu, sedang yang lebih kecil duduk dipangkuan ibunya.
Suasana tenang saat itu, sampai tiba-tiba, ”Dame Yo!!”* Suara hardikan terdengar dari bangku ibu tadi. Saya dan beberapa orang penumpang menoleh ke arahnya. Balita satu tahunnya sedang berusaha memainkan kalung sang ibu. Mungkin ia bosan dengan perjalanan panjangnya. Anak itu diam sebentar. Beberapa saat kemudian kembali mengajak sang ibu bermain. “Dame!! Duduk yang baik!!” Kali ini suara bentakan lebih keras terdengar. Sang ibu terlihat lelah dan ingin memejamkan matanya, tetapi terganggu dengan tingkah sang balita. Kali ini anak itu agak lama menghentikan aksinya. Tapi kemudian ia kembali berusaha memainkan kalung ibunya. “ Naoko chan*, jangan mengganggu!!!” kali ini sang ibu benar-benar marah. Dengan kasar Ia meletakkan balitanya di sampingnya, di dekat sang kakak. Anaknya menangis keras, dan berusaha untuk kembali ke pangkuan ibunya. Dengan kasar ditepisnya tangan anak itu. Ternyata sang kakak juga berusaha membantu ibunya dengan menekan tubuh adiknya ke belakang. Tangis anak itu semakin keras. Tapi sang ibu tetap tak mau mengangkatnya. Dan tak mencoba menolongnya dari tekanan sang kakak. Lama anak itu menangis, sampai akhirnya lelah dan tertidur.
Saya menahan nafas selama episode itu berlangsung. Ada rasa nyeri di dada melihat seorang anak usia satu tahun yang bosan, dan ingin mengajak main sang ibu, tetapi harus kecewa dengan kekasaran yang diterimanya. Ah, seringkah sang anak mendapat perlakuan kasar tersebut? Atau saat itu adalah situasi khusus yang mebuat sang ibu tidak ingin diganggu oleh tingkah sang anak? Sebagai ibu dari dua anak, saya juga bisa memahami kelelahannya dalam menyiapkan perjalanan dan mengurus anak-anak. Tetapi memperlakukan anak usia satu tahun dengan sangat kasar adalah satu hal yang tidak bisasaya terima.
Sering juga saya melihat hal-hal semacam itu. Tidak hanya di Jepang, di Indonesia pun sering saya menyaksikan orang tua yang dengan tega membentak, mencubit atau memukul anaknya yang masih kecil. Bahkan kadang kala hukuman itu tak sebanding dengan kesalahan yang diperbuat sang anak. Meskipun sang anak sama sekali tidak tahu bahwa itu suatu kesalahan. Di benak sang anak mungkin hanya ingin bermain atau bereksplorasi. Sesuatu yang wajar di dunia anak-anak.
Saya teringat kisah baginda Rasulullah. Ketika beliau sedang menimang seorang bayi, lalu bayi itu buang air kecil di baju Rosulullah. Dengan kasar sang ibu mengambil anak itu dari tangan Rosulullah. Ia marah karena anaknya yang masih bayi mengotori baju Rosulullah dengan najisnya. Saat itu Rosulullah berkata, “Wahai ibu, Najis anakmu ini mudah untuk dibersihkan, tetapi kekeruhan jiwanya akibat kekasaranmu sulit untuk dihilangkan”. Teringat juga betapa Rasulullah sangat sabar terhadap kedua orang cucu beliau, Hasan dan Husein. Ketika Rasulullah sholat, dengan sabar beliau memperlama sujudnya, agar kedua cucunya bisa puas bermain di atas punggung beliau.
Betapa lembutnya Rasulullah memperlakukan anak-anak. Dan betapa perhatiannya Rasulullah akan perkembangan jiwa seorang anak. Baginda Rasulullah tahu, kekasaran seorang ibu kepada anak akan merusak perkembangan jiwanya. Mencabut keceriaan anak akan membuat anak menjadi pribadi yang kasar dan berjiwa sempit.
Perkembangan psikologi saat ini juga membuktikan betapa pentingnya bersikap lembut kepada anak-anak. Kemampuan orang tua dalam memahami keinginan anak, mengerti emosi apa yang sedang dirasakan anak, dan berusaha menyenangkan hati anak, berefek positif dalam memupuk kepribadian anak. Menjadikan anak sebagai seorang yang percaya diri karena merasa diterima oleh lingkungannya.
Semoga banyak orang tua yang semakin menyadari hal ini, agar banyak anak bisa berkembang sesuai dengan fitrahnya, ceria dan penuh percaya diri. Menjadi pribadi yang sehat ketika dewasa nanti.
Dame: jangan
chan: panggilan khas untuk anak-anak
Hifizah Nur
anggota flp Jepang

Saat Kau Bersujud Masjidpun Berdiri

sujudOleh : Syaripudin Zuhri.

Ketika kau bersujud di manapun/Masjidmu telah hilang lenyap/ Masjid fisikmu bukan gedung/ Masjidmu ada ketika kamu bersujud/ Masjidmu yang sesungguhnya badanmu sendiri. Tanpa badanmu tak ada masjid/ Badanmu masjidmu sendiri/ Badanmu sendiri adalah masjidmu/ Tanpa badanmu tak ada masjidmu/ Bagaimana kau bersujud tanpa badan.
Sujudlah/ Dan Masjidmu tegak/ Badanmu masjidmu/Badanmu tempat bersujud
Badanmu masjid yang bergerak/ Takbirlah/Dan masjidmupun berdiri/ Rukuklah/ Dan masjidmupun menjelma/ Sujudlah/ Dan masjidmu tercipta.
Masjidmu/ Di mana saja kamu bertakbir/ Di mana saja kamu rukuk/ Di mana saja kamu sujud. Masjidmu/ Berdiri dari tujuh anggota sujudmu/ Berdiri dari iman yang kokoh dan kuat/ Berdiri dari keikhlasan merendahkan diri padaNya/ Berdiri dari niat mencari ridhoNya.
Ketika kau merendahkan diri dengan sujudmu/ Dengan bertasbih Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi/ Setan lari sejauh-sejauhnya/ Dan Malaikat tunduk sujud bersamamu/ Mengaminkan kamu ketika Al Fatekha kau kumandangkan/ Dalam setiap rokaat yang kau tegakkan.
Masjidmu berdiri di mana saja/ Melintas batas negara mana saja/ Di hamparan bumi yang mana saja/ Jangan tepaku pada kubah/ Itu hasil budaya manusia/ Jika kau terpaku pada kubah masjid/ Kau akan bingung di Moskow/ Karena kubah bukan hanya milik masjid/ Di gerejapun ada kubah/ Jangan terpaku pada tulisan atau kaligrafinya/ Di Timur Tengah bukan hanya Islam yang pakai/ Jangan terpaku pada sorban/ Di Moskow sorban dijadikan syal/ Jangan tepaku pada bungkusan atau kulit/ Namun isi hati yang tak bisa dibohongi oleh siapapun/ Hati wakil Tuhan di  muka bumi.
Masjidmu di hati bukan di bangunan/ Masjidmu di mana saja kamu bersujud/ Masjidmu berdiri ketika sholat kau tegakkan/ Jangan terpaku pada kemegahan bangunannya/ Namun lihat jamaahnya/ Dia tak melihat kemegahan bangunan masjid/ Namun siapa yang sujud kepadaNya/ Dia tak melihat rupamu/ Namun ketaqwaanmu/ Ketika taqwa itu ada disitulah masjidmu berdiri/ Namun jangan kau tiadakan bangunan masjid/ Masjidil Haram/ Masjid Nabawi/ Masjidil Aqso/ Itu masjid-masjid utama/ Juga masjid yang bertebaran di berbagai tempat di bumiNya/ Kau lihat/ di sana/ Semua bersujud kepadaNya.
Ayo bangun masjidmu/ Sujudlah bersama orang-orang yang sujud/ Dengan dibulatkan bumi saat penciptaan/ Tak ada waktu dibelahan bumi manapun yang tak bersujud padaNya/ Di saat waktu/ yang bersamaan/ Ada yang sedang sholat Dzuhur/ Ada yang sedang sholat Asyar/ Ada yang/ sedang sholat Magrib/ Ada yang sedang sholat Isya/ Ada yang sedang sholat Subuh/ Hanya dengan menggeser garis bujur ke Timur atau ke Barat.
Masjid mu
Berdiri saat bersujud kepadaNya
Berdiri saat keikhlasan menyapaNya
Berdiri saat ridho menggapaiNya
Begitulah bait bait berbunyi, apapun namanya tak penting! Hamparan Bumi yang luas adalah tempat sujud, kecuali WC dan di atas kuburan.  Di manapun bersujud,  di hamparan sajadah Bumi dan di bawah kaki Langit, adalah karunia dariNya yang tak terhingga. Karena hanya dengan izin dan kehendakNya-lah, kau dapat bersujud. Bila tidak karena izinNya, maka sujud itu tak akan pernah terjadi, dan masjidpun tak akan pernah berdiri!

Moskow, 14 Juni 2013.

Kamis, 13 Juni 2013

Ulama Abul Hasan Ali An Nadwi. Siapakah beliau???

Syeikh Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi merupakan seorang ulama dan pemikir Islam yang ulung. Beliau dilahirkan pada 6 Muharram 1333H / 23 November 1914M di Takia Kala, Rae Berily, India. Nama asli beliau ialah Ali bin Abdul Hayy bin Fakhruddin bin Abdul Aliy al-Hasani. Nasabnya sampai kepada Hasan bin Ali bin Abi Talib r.a. Beliau amat beruntung karena dilahirkan dan dibesarkan dalam sebuah keluarga yang amat berpegang teguh dengan ajaran Islam. Ayahnya Sayyid Abdul Hayy adalah seorang ulama di India dan ibunya juga seorang pendidik dan penghapal  al Quran serta syair-syair sejarah Islam dalam bahasa Urdu.
Dilahirkan dalam keluarga yang mementingkan ilmu, tidak heranlah minat membaca beliau terbentuk  sejak kecil . Beliau gemar mengkoleksi  kitab dan mempunyai perpustakaan  sendiri yang dinamakan sebagai Maktabah Abil Hasan Ali (Perpustakaan Abul Hasan Ali).
Sejak kecil juga Syeikh Abul Hasan telah didik dengan berbagai  ilmu pengetahuan meliputi bahasa Arab, nahu, syair, sastera Arab, tafsir, fiqh, hadis dan sebagainya. Banyak  kalangan gurunya datang dari India dan ada juga di antara mereka yang datang dari Madinah. Pada awalnya, beliau hanya belajar di rumah dan di madrasah Nadwatul Ulama. Setelah itu beliau melangkah keperingkat yang lebih tinggi di Universiti Lucknow dan di kampus ini  beliau berhasil mendapatkan nilai tertinggi dalam bidang Bahasa Arab. Kemudian beliau meneruskan lagi pengembaraan ilmunya hingga membawa beliau ke Lahore. Di sinilah dia bertemu dengan seorang sarjana dan pemikir  dunia Islam yaitu Dr. Muhammad Iqbal. Kekaguman beliau dengan karya-karya Iqbal mendorong beliau untuk menterjemahkan beberapa syair Iqbal dari Bahasa Urdu kepada Bahasa Arab, walaupun usianya pada ketika itu hanya sekitar 15 tahun saja.
Sifat Pribadi
Pribadi Syeikh Abul Hasan sangat sederhana, zuhud, berlapang dada serta terpancar keikhlasan dakwahnya sehingga membuatkan beliau disukai dalam pergaulan.
Beliau adalah seorang yang berpribadi zuhud dan tidak membedakan antara manusia dalam dakwahnya,  membuatkan ulama terkenal Mesir, Dr Yusuf al-Qaradhawi pun mengkagumi kepribadian beliau.
Dr Yusuf al-Qaradhawi berkata: “Saya mengenali kepribadiannya dan juga karya-karyanya. Saya mendapati pada dirinya hati seorang muslim yang sejati dan pemikiran Islam yang asli. Saya mendapati beliau sentiasa hidup dengan Islam dan untuk Islam. Saya kira bukan saya saja yang mencintainya tetapi semua orang yang mengenalinya pasti mencintainya, bahkan siapa saja yang lebih mengenalinya pasti akan bertambah kecintaan terhadapnya.”
Dakwah dan Pendiriannya
Mencontohi pendekatan dakwah ulama’-ulama’ terdahulu seperti Imam As Sirhindi r.a dan Maulana Ilyas r.a, serta beberapa tokoh Islam , Syeikh Abul Hasan telah membawa suatu manhaj dakwah dan tarbiyah yang menyeluruh, dengan menggabung  beberapa manhaj dan pendekatan, menjadi suatu kombinasi di antara gerakan Islam lama yang berkah dengan sistem aplikasi yang bermanfaat. Menurut beliau, kefahaman terhadap dasar-dasar dakwah akan menjadikan seorang dai  benar-benar berdakwah untuk Allah bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya atau lainnya. Prinsip yang perlu ada ialah berdakwah untuk kebaikan umat seluruhnya bukan untuk keuntungan kelompok atau diri sendiri. Dasar-dasar yang digariskan beliau dalam melaksanakan dakwah itu merupakan himpunan prinsip  dasar “At Tasallub Fi Al Usul” iaitu tegas pada prinsip dan “Al Murunah Fi Al Wasail” yakni aplikasi  dalam pelaksanaan.
Usaha gigih Syeikh Abul Hasan dalam menyampaikan kalimat haq bukan sahaja dikagumi oleh dunia Islam malah mendapat penghormatan  dari masyarakat Barat khususnya di Eropa. Banyak undangan ceramah dan seminar yang beliau terima dari institusi-institusi terkemuka di Eropa seperti di Geneva, Paris, Cambridge, Oxford, Glasgow, Edinburgh dan Spanyol. Rata-rata dikalangan pendakwah dan mereka yang terlibat dalam dunia pendidikan, baik di Timur maupun di Barat mengenali tokoh ini. Malah adakalanya walaupun tidak berkesempatan mengenali pribadi beliau secara langsung tetapi apabila kita membaca hasil-hasil karyanya kita akan merasakan seolah-olah beliau adalah guru kita yang duduk bersama-sama kita.
An-Nadwi juga begitu peka dengan sistem pendidikan dan banyak mengkritik golongan orientalis yang menyelewengkan fakta mengenai Islam. Dari segi faktor keagamaan, tujuan orientalis adalah menyebarkan agama Kristian dan mencoba memaparkan  keunggulannya dibanding  agama Islam. Di samping itu, mereka coba membangkitkan rasa bangga terhadap kepercayaan mereka ke dalam jiwa anak-anak muda Islam. Dari segi politik, golongan orientalis adalah utusan barat ke negara-negara Islam dengan tujuan membuat penyelidikan yang berhubung dengan adat, bahasa, tabiat dan jiwa orang-orang timur. Melalui cara ini, barat dapat meluaskan kekuasaan dan pengaruhnya ke atas umat Islam. Walaupun begitu, ada juga golongan orientalis yang membuat penyelidikan semata-mata kerana rasa minat mereka terhadap ilmu.
Tujuan orientalis  hanya ingin mencari kelemahan tentang Islam dan mengemukakannya untuk maksud politik maupun keagamaan.

Menurut an-Nadwi, umat Islam sekarang menghadapi kejumudan pemikiran atau mengendapnya kecerdasan akal yang menimpa sarjana Islam atau pusat-pusat pengkajian Islam. Begitu juga, jarang ditemui ulama yang dapat meyakinkan generasi muda mengenai keunggulan Islam dan keabadian ajaran agama dalam menjalani  kehidupan serta menyingkap takbir kelemahan-kelemahan peradaban barat..
Beliau turut menggariskan beberapa faktor yang menyebabkan kefahaman ini dapat menawan jiwa orang-orang Islam. Antaranya ialah  kelemahan orang Islam dari sudut keimanan, ijtihad dan ilmu pengetahuan. Fikiran menjadi sempit dan keghairahan terhadap agama mereka telah lenyap sama sekali. Dan  para ulama tidak memainkan peranan yang sebenarnya dan tidak pula berusaha untuk memimpin orang Islam lain terutama anak-anak muda Islam. Serta penjajahan yang berlaku ke atas negara-negara umat Islam. Bahkan sebagian orang-orang Islam mengkagumi falsafah barat yang dianggap mengandungi kebenaran dan kemajuan.
An-Nadwi berpendapat bahawa jalan yang paling selamat dalam mendidik umat Islam ialah kembali beriman kepada Alllah sebagaimana Rasulullah dahulu telah melaksanakannya . Kemungkaran dan kerusakan adalah berawal  dari keengganan manusia untuk kembali kepada  nubuwwah. Hanya dengan kembali kepada bentuk didikan awal saja,  manusia masa kini dapat diselamatkan sebagaimana manusia pada zaman dahulu diselamatkan oleh Rasulullah. Oleh itu, beliau menyarankan umat Islam kembali kepada madrasah kerasulan.
An-Nadwi menggunakan manhaj dakwah dengan berdasarkan  kepada al-Quran kemudian hadith dan sirah serta kisah-kisah para sahabat. Ini jelas terbukti dalam bukunya Rawa’i min adab al-da’wah yang mana beliau mengambil contoh-contoh dakwah para nabi-nabi yang bersumberan al-Quran dan al-Hadith.Di samping itu, beliau mengakui manhaj itu mungkin berbeda dari satu tempat dari satu tempat yang lain karena dakwah harus juga melihat kondisi lingkungan. Oleh karena itu, dakwah yang berkesan ialah dakwah yang menyentuh  realita yang ada. Al-Nadwi juga menyarankan memahami al-Quran dengan mendalam, sejarah dakwah dan tokoh-tokoh dakwah serta adab-adab Islam.
Sebuah Karya Yang Membuka Mata Dunia
buku abul hasanSiapa yang tidak terkesan bila mana membaca karya agung beliau yang berjudul “Apakah Kerugian Dunia Akibat Kemunduran Umat Islam” yang pernah pada suatu ketika menggoncang hati para pemimpin dan ulama’ di dunia Arab. Hingga sekarang karya yang berusia lebih 50 tahun itu, tetap menjadi rujukan umat seluruh dunia malah telah diterbitkan dalam berbagai-bagai bahasa seperti Inggeris, Parsi, Urdu, Arab, Hindi, bahasa Indonesia dan lain-lain. Beliau telah berhasil membuka pandangan sempit pemimpin dunia Islam yang menganggap bahwa kekayaan material yang dimiliki oleh masyarakat Eropa adalah segala-galanya sedangkan mereka di sana telah bankrut dari segi pemikiran dan kerohanian. Dengan pandangannya yang tajam, Syeikh Abul Hasan an-Nadwi berhasil membawa suatu pemikiran yang berguna untuk mengeluarkan umat manusia daripada kungkungan hidup jahiliyah modern kepada naungan Islam . Sebagaimana yang beliau nukilkan bahwa hanya umat Islam saja yang layak untuk  mengatur dunia ini, tanpa Islam dunia akan menghadapi penderitaan dan kerugian walaupun manusia memiliki segala kecanggihan dan kemudahan hidup.
Dijemput Ilahi
Setelah hampir seluruh usianya dihabiskan dengan perjalanan ilmu dan dakwah, menyeru umat Islam agar kembali teguh kepada al-Quran dan sunnah, maka pada tengah hari Jum’at, 23 Ramadhan 1420H / 31 Disember 1999M, beliau telah dijemput Allah SWT pulang ke sisiNya ketika sedang bersiap-siap untuk menghadiri solat Jum’at di kediamannya, ketika usianya mencapai 85 tahun. Mengenang jasa beliau yang telah dicurahkan untuk kepentingan agama, maka telah diadakan solat jenazah ghaib di dua tanah suci yaitu di Masjidil Haram di Makkah al Mukarramah dan di Masjid Nabawi di Madinah al Munawwarah pada malam 27 Ramadhan 1420H.
Kepergiannya dirasakan sebagai suatu kehilangan permata yang amat berharga. Perjuangan dakwahnya yang tidak mengenal noda itu, seharusnya menjadi contoh oleh generasi kini. Beliau pernah berpesan kepada generasi muda bahawa para pemuda  Islam yang bakal memimpin umat pada masa akan datang sangat perlu diisi dengan ilmu, tazkiyah ruhiyah, semangat juang dan sifat zuhud dari dunia. Kalau tidak, akan diombang ambing dan akan dipecundangi dalam menghadapi ujian  akhir zaman. Kepiawaian  lidah dalam berucap dan keluasan ilmu belum dapat memberi kesan yang terbaik kalau tidak disertai dengan kekuatan rohani yang mantap.
Selamat jalan wahai mujahid. Semoga Allah SWT mencucuri rahmat yang luas ke atasmu dan semoga engkau bersama-sama dengan para anbiya’, auliya’ dan para kekasih Allah. Amin.
M.A.Uswah,Sandakan,

apa yang kau risaukan dengan dunia ???

fikir 
“Yaa Rabb, wajah manakah yang  akan menghadapMu, sementara diri ini penuh aib dan dosa, dan lalai mempersiapkan kematian.”
Petikan tweet dari Ali Akbar, membuatku segera beristighfar, faghfirli..
Kematian. Satu kata yang seringkali membuat kita merinding  dibuatnya. Jika ditanya, siapkah  menghadapi kematian? Mungkin kita akan menjawab, saya belum siap, saya belum mempersiapkan , atau saya lalai mempersiapkan kematian…
Ah, kita selalu sibuk dengan urusan dunia, berlelah-lelah mengejar dunia, risau dengan urusan dunia…
Mengapa kita hanya sibuk dengan urusan dunia? Risau dengan dunia? Risau dengan rizki kita? Bukankah Allah Swt telah menjamin rizki kita? Tak risaukah kita dengan kehidupan akhirat kita? Mana persiapan kita untuk akhirat?
Faghfirli… Ampuni  Yaa Rabb…
 Mengingat-Mu, mengeja nama indah-Mu satu persatu…
Yang Maha Menghimpun (Al Jamii’),Yang Maha Menghitung (Al Hasiib) , Yang Maha Penuntut Balas  (Al Muntaqim…
Ya, kelak kita akan dihimpun, dan kita pun akan segera dihisab, diminta pertanggungjawaban oleh Allah!
“Pada hari ketika lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Q.S An-Nur [24]:24)
Sejenak, kita berhenti mengejar dunia,  merenungi ayat-ayat-Nya, mengingat kematian..
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati…” (Q.S Al Anbiyaa [21]:35)
“Dimanapun kamu berada kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada dalam dinding yang kokoh.” (Q.S An Nisaa [4]:78)
“…maka apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan walau sedikitpun.” (Q.S An Nahl [16]: 61)
Allah Swt telah mengingatkan kita dalam firman-Nya:
“Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. (Q.S Ar-ruum [30]:7)
“Tidaklah kehidupan dunia ini melainkan kelengahan dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat, dialah kehidupansesungguhnya, kalau mereka memiliki pengetahuan pastilah mereka mengetahui.” (Q.S al-‘Ankabuut [29]: 64)
Mungkin inilah yang sekarang terjadi, kita sibuk dengan dunia, memeras otak, menguras energi,  untuk mencari harta dunia,  cinta dunia… Sementara kita lalaikan akhirat, kehidupan yang sesungguhnya, tempat kembali kita.
Padahal sungguh, perbandingan kenikmatan dunia dengan akhirat sangat sangat jauh, seperti setetes air dengan lautan…
Rasulullah Saw bersabda,  “Demi Allah, dunia ini dibandingkan akhirat ibarat seseorang yang mencelupkan jarinya ke laut; air yang menetes di jarinya ketika diangkat itulah nikmat dunia. (H.R Muslim).
Bahkan ketika ditanya, mukmin manakah yang paling cerdas? Rasulullah Saw menjawab, “Orang yang paling banyak mengingat mati, dan  paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. (H.R Ibnu Majah)
Suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, kematian pasti akan menjemput kita. Segala harta benda, perhiasan dan kemewahan dunia yang selama ini begitu gigih kita kejar,  tak akan kita bawa.  Yang menjadi bekal kehidupan akhirat kita hanyalah amal shalih kita.
Sebelum kematian menjemput, mari kita bersungguh-sungguh mempersiapkan bekal untuk kehidupan setelah kematian. Karena hidup di dunia bukanlah untuk mencari dan mengumpulkan harta, tetapi hidup di dunia adalah ujian, untuk diketahui siapa yang terbaik amalnya. Semoga kita semua termasuk mukmin yang cerdas, yang kelak menerima  kitab catatan amal kita dari arah kanan.  Robbannaa atinaa fidun-nyaa hasanatan wa fil-aakhirati hasanatan wa qinaa ‘adzaaban-naar. Semangat beramal shalih.
Wallahu’alam  bishshawaab.
Silvani Kusrini <silvani.kusrini@yahoo.co.id>

Selasa, 11 Juni 2013

DENGAN LANTANG: Perkenalkan, Kami Adalah Muslim!

muslim11Assalaamu’alaikum wr. wb.
Perkenalkan. Kami ini Muslim.
Islam adalah nama agama kami. Artinya adalah “selamat” atau “tunduk patuh.” Kami telah bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah semata. Anda tidak tahu ilah? Ilah adalah sesuatu yang diharapkan, ditakuti, dicintai, dan dipatuhi oleh manusia. Itulah pernyataan loyalitas yang kami ulang sedikitnya sembilan kali dalam sehari semalam.
Kami adalah manusia yang merdeka. Merdeka dari desakan hawa nafsu. Tidak mudah, tapi kami selalu berusaha untuk tetap loyal pada satu-satunya ilah kami. Kami bukan termasuk orang-orang yang tunduk pada keinginannya pribadi. Kami juga tidak tunduk pada godaan kesenangan badani belaka. Kami merdeka karena tunduk pada Allah semata.
Bagi kami, tidak ada yang absolut kecuali Allah. Kami tidak mengutak-atik Kitab Suci kami, bahkan tidak berani sekedar untuk menambah satu kata atau huruf baru ke dalamnya. Kami tidak berani untuk berpikir bahwa kami lebih tahu urusan kami sendiri. Ada Yang Maha Tahu yang akan menyelesaikan segala urusan kami. Kami berani di hadapan manusia dan takut di hadapan Allah, lantang di hadapan diktator dan menyerah tanpa syarat di hadapan Allah. Jangan bingung. Ini hanya masalah menempatkan diri pada kedudukannya yang benar.
Kami ini Muslim.
Anda tahu siapa kami? Kami adalah umat yang selalu menimbulkan rasa cemas kepada mereka yang diliputi dengki. Kami menyuruh putri-putri kami berhijab, dan hal itu membuat semua orang khawatir. Padahal mereka tidak ragu melepas putri-putri mereka dengan pakaian minim hingga larut malam. Ah, mereka hanya takut, karena kaum perempuan Muslim hidupnya lebih menyenangkan. Mereka takut semua perempuan akan mengikuti jejak putri-putri kami.
Agama kami memang tidak pernah menyelisihi fitrah. Semuanya sesuai dengan karakter dasar manusia. Mereka menutup aurat bukan karena terpaksa, melainkan karena memang demikianlah yang baik bagi mereka. Tanyakanlah pada putri-putrimu, bukankah hari-hari mereka dilalui dengan penuh kekhawatiran karena mata lelaki yang selalu sigap menangkap apa-apa yang sesuai dengan syahwatnya? Tanyakanlah pada kaum perempuanmu, bukankah hidup mereka penuh dengan penyesalan karena selalu disusahkan oleh para pria hidung belang? Ah, tidak perlu dijawab. Kami sudah tahu jawaban jujurnya.
Jangan heran jika kami enggan menyentuh minuman beralkohol, karena Allah memang tidak menghendaki hamba-hamba-Nya melakukan perbuatan-perbuatan yang bodoh seperti lazimnya orang mabuk. Semua hukum yang susah payah dirumuskan oleh negara-negara Barat untuk menghindari ekses negatif dari minuman keras hanya teori usang. Cukup sebuah ayat dalam Al-Qur’an, maka kami pun menjauh darinya. Inilah bukti ketundukan kami.
Mengapa kalian bingung menyaksikan kami shalat lima waktu setiap harinya? Justru kamilah yang bingung melihat kalian begitu jarang meluangkan waktu untuk Tuhan. Anda pikir shalat itu mempersulit hidup kami? Demi Allah, kami tidak membasuh kepala kami dengan wudhu dan tersungkur dalam sujud kecuali untuk mendapatkan manisnya iman. Kami paham jika Anda tidak mengerti. Rasa manis hanya dipahami oleh mereka yang memiliki lidah. Iman hanya dimengerti oleh mereka yang bersedia untuk tunduk.
Kalian yang tidak memahami lezatnya iman tidak akan mengerti tujuan hidup kami. Kami hidup hanya untuk mati. Semua manusia begitu, tapi sedikit yang mau mengakuinya. Kenyataannya semua manusia akan mati. Bedanya, kami memiliki tujuan yang pasti, dan kami yakin pada petunjuk arah yang terpampang di depan mata. Kami tidak takut mati, karena mati itu keniscayaan. Tidak ada bedanya mati sekarang atau tahun depan. Yang menjadikannya beda hanyalah caranya. Kami adalah kaum yang akan maju berdesak-desakan ketika pintu menuju syahid terbuka.
Anda tidak paham? Tentu saja, karena Anda tidak memiliki kerinduan kepada akhirat.
Siapa pun boleh menyangkal, tapi kebenaran adalah kebenaran. Kami hanya menyuarakan kebenaran, dan kebenaran itu lincah seperti air. Jika terhalang batu, ia akan mengambil jalan lain. Jika dibendung, ia akan berkumpul hingga cukup banyak dan akhirnya melimpah dari dinding yang menghadang. Jika Anda berusaha memenjarakan kebenaran yang terus mengalir dalam suatu wadah, maka niscaya kebenaran itu akan menekan ke segala arah, dan semua dinding pun akan runtuh.
Anda bisa menghina Rasul kami dengan berbagai gambar yang tak pantas, tapi semuanya hanya akan berakhir mengenaskan bagi para penghujat. Di negeri penghujat Rasulullah saw. itu, lima ribu eksemplar Al-Qur’an telah terjual dalam lima bulan saja. Anda bisa menyebarkan kabar bohong apa pun tentang kami, namun hal itu hanya akan mendorong semua orang untuk mengenal kami lebih jauh. Ini adalah kabar buruk bagi kalian, karena siapa pun yang mempelajari Islam dengan baik niscaya hatinya akan tersentuh. Teruskanlah makar ini, dan kami akan tetap menjadi pemenangnya!
Anda bisa mengajak semua orang untuk memerangi kami, namun kebenaran akan sampai juga pada telinga-telinga yang tetap terbuka. Kalian bisa membumihanguskan negeri-negeri kami, namun Islam akan sampai juga di negeri kalian. Cepat atau lambat, negeri kalian akan menerima Islam dengan tangan terbuka, karena kebenaran akan selalu menyentuh hati manusia yang cenderung pada kelembutan.
Kami ini Muslim. Kamilah yang akan memenangkan pertarungan, jika memang Anda bersikeras untuk bertarung. Tapi jangan khawatir, karena kami tidak merasa perlu memaksa Anda masuk ke dalam barisan kami. Cukuplah dengan menjadi teman yang baik, dan semuanya akan baik-baik saja. Allah SWT tidak melarang kami berteman dengan siapa pun yang tidak memerangi kami. Kepada semuanya, kami sampaikan salam hangat persahabatan: bukalah pintu hati kalian untuk kebenaran, dan ia akan datang dengan berbagai cara yang belum pernah kalian bayangkan sebelumnya.
Kami adalah tangan-tangan yang saling berpegangan dan saling menjaga satu sama lainnya. Kami adalah dahaga yang saling mendahulukan. Kami adalah tubuh-tubuh yang saling menyelamatkan. Kami adalah lidah-lidah yang saling menghibur dan hati yang saling mencemaskan.
Kami adalah Muslim. Kami akan menang.
Wassalaamu’alaikum wr. wb.

Minggu, 09 Juni 2013

Mengejar Atau Dikejar Waktu ???

waktuOleh: Syaripudin Zuhri
Kehidupan terus berjalan, waktu terus berputar, waktu terus berjalan dan bumi terus berputar, generasi hilang dan tumbuh, saling berganti, tokoh -tokoh sejarah tinggal catatan. Usia manusia tak cukup mengarungi semua waktu, usia manusia sangat terbatas, harapan hidup rata-rata manusia sekitar 70 tahun. Ada yang sampai, 80, 90 atau 100 tahun lebih, tapi jumlahnya sedikit.
Hanya Allah yang Maha Mengetahui  batas umur manusia,  umur benar-benar rahasia Allah. Ada bukti nyata yang sangat jelas, di panggung sejarah kehidupan manusia benar-benar sukar di duga , Siapa yang menyangka seorang mantan Presiden di salah satu negara di Timur Tengah, yang saat kejayaannya dielu-elukan, namun pada akhir hayat, tokoh ini mati di tiang gantungan, terlepas benar atau salah, kematiannya manjadi sorotan dunia. Kejadian ini pas di saat Hari raya Idul Adha 1427 H/30 Desember 2006.
Entah apa yang hendak ditunjukan olehNya pada umat manusia? Yang jelas kematian ada dalam genggamanNya, mati di tiang gantungan, ketabrak mobil, ditelan gelombang tsunamai, dijepit gempa bumi, ditimbun tanah longsor, dipanggang hidup-hidup saat kebakaran, meledak di pesawat udara, atau tenggelam di lautan lepas, dan sebagainya itu cuma penyebab kematian, tapi kematian itu satu, lepasnya roh dari jasad manusia!
Jasad manusia ada yang hilang ditelan gelombang laut, hangus terbakar tanpa bekas, meledak di pesawat ulang alik, atau mati hancur berantakan karena bom bunuh diri di mobil atau tergilas tank, tapi roh tetap kembali kepadaNya. Apa pun jenis penyebab kematian, roh tetap kembali kepadaNya. Maka, sebelum kematian itu menjelang  berbuatlah sesuatu, kerjakanlah sesuatu,tinggalkan bekas yang bermanfaat  buat  generasi  mendatang.
Seratus tahun, seribu tahun, sejuta tahun atau bahkan dalam hitungan tahun yang begitu panjang, selama bumi masih terus berputar, selama itu pula kehidupan masih berlangsung, namun bila telah hancur berantakan segala isi alam semesta ini, itu berarti kiamat telah tiba! Itu kimat Kubro, tapi jangan lupa ada kiamat yang bisa langsung mengenai setiap manusia dan datangnya tak diduga, apa itu? Kematian, ya… kematian adalah salah satu jenis kiamat, tapi ini kiamat kecil, kiamat sugro.
Yang belum lama ini telah diperlihatkan oleh Allah SWT, tentang hambaNya  dikenal dan terkenal karena begitu populernya di Indonesia, yang dengan caraNya sendiri  diambil begitu saja, di malam Jum’at dengan tabrakan tunggal.  Semua orang terkaget-terkaget dan terhenyak sesaat dan tak menyangka. Ya siapa menyangka  dan bisa menduga datangnya sang maut itu?
Tak ada yang bisa mengetahui rahasia Allah ini, walau ilmu kedokteran sudah begitu canggih. Betapapun hebatnya teknologi kedokteran yang dimiliki manusia, pada saat maut itu datang, tak ada seorangpun yang dapat mencegahnya, walaupun seluruh manusia bersatu untuk melawannya atau bersatu untuk menghindarinya, tak bisa!
Allah telah bersumpah dengan waktu: “ Demi waktu, demi masa, bahwa manusia akan merugi, kecuali bagi orang yang beriman dan beramal sholeh, saling nasehat-menasehati dalam kesabaran dan kebenaran” ( Al  Asr: 1-3). Manusia di planet bumi diberikan waktu yang sama, 24 jam sehari semalam. Namun dalam waktu yang 24 jam tersebut ada yang mencapai puncak kejayaan seluas-luasnya, namun dalam waktu yang bersamaan, betapa banyak manusia yang nyaris tak punya apa-apa dan tidak bisa apa-apa dan tak mampu berbuat apapun, padahal waktu yang diberikan Allah SWT, sama, 24 jam!
Waktu yang 24 jam, ada yang merasa terlalu sedikit, namun ada pula yang tak mampu menghabiskan waktu tersebut dengan kegiatan yang produktif, waktu hilang percuma, tak memberikan  manfaat apapun padanya. Lebih celaka lagi, waktu yang banyak itu hanya diisi dengan bergunjing kesana kemari, menghasut seseorang dengan orang lain, sambil tetap tersenyum, seakan tanpa dosa.
 Padahal waktu yang diberikan Tuhan 24 jam itu, bisa digunakan dengan berbagai macam kegiatan yang produktif, tahan lama dan mungkin juga mengabadi. Seperti tulisan para tokoh, yang mewariskan pada dunia dengan ilmu yang ditulisnya atau diababadikannya berupa karya atau keterampilan yang bermanfaat bagi manusia lainnya, baik pada masanya atau masa sesudahnya.
Kita mestinya malu dengan tokoh dunia puluhan abad yang lalu, seperti  Ibu Arabi, Imam Al Gazali, Ibnu Sina dan lain sebagainya, yang  dengan  ketekunannya  dan  kesabarannya,  mereka  dapat  dan mampu  menulis  ribuan  halaman  buku, dengan  puluhan  jilid  buku  atau  dengan  puluhan  judul  buku yang ditulis tangan.  Sekali lagi ditulis tangan!  Jangan lupa,  saat itu belum ada percetakan,  belum ada  mesih tik,  computer,  laptop dan lain sebagainya.
Dan buku-buku mereka mengabadi dan memberikan inspirasi bagi generasi sesudahnya, mereka telah tiada, tapi hasil pemikiran mereka yang ditulis, di catat, maka ilmu mereka tak hilang dan terus menerus bermanfaat  bagi  generasi  selanjutnya,  yang bisa saja  mencapai  ribuan  tahun  sesudahnya. Jasad mereka sudah tiada, tapi dengan kata-kata yang ditulisnya, nama mereka mengabadi.
Bagi orang yang kreatif, waktu benar-benar dimanfaatkan sebaik-baiknya, misalnya dengan membaca, mengarang, membuat ketrampilan, mengaji, mengkaji, menyusun buku dan berbuat sesuatu apapun demi  kemaslahatan semua umat manusia. Itulah yang kata Nabi, manusia yang paling baik!
 Nabi pernah bersabda : “ Manusia yang paling baik adalah manusia yang paling berguna atau yang paling bermanfaat bagi sesamanya”  Manusia seperti itu bisa berbuat baik dengan tenaganya, pikirannya, hartanya, bahkan jiwa dan raganya diberikan untuk kepentingan manusia, kepentingan orang banyak dan tentunya berniat karena Allah semata.
Manusia seperti  ini cerdas dalam memanfaatkan waktu, dia tak mau kehilangan waktu semenitpun untuk perbuatan sia-sia, dalam diamnyapun, manusia seperti ini memanfaatkan waktunya dengan berdzikir dan merenungkan ciptaanNya, jadi dalam kedaan diampun dia masih produktif, yaitu berdzikir, karena berdzikir bisa dilakukan sambil berdiri, duduk dan berbaring. Bahkan ketika berjalanpun orang bisa berdzikir, karena berdzikir itu adalah mengingatNya, dan berdzikir paling utama adalah saat ada “nyanyian setan’ untuk berbuat dosa, lantas ingat Allah SWT, sehingga tak jadi melakukan dosa tersebut.
Waktu terus bergulir, berputar tak ada hentinya dan dengan perputaran waktu usia manusia terus bertambah karena dilihat dari titik nol, saat dilahirkan,  sekaligus berkurang dari jatah yang sudah ditentukan olehNya. Umur kelihatannya bertambah, namun hakekatnya berkurang, sedang menuju ke kematian atau menuju ke kuburan yaitu akhir perjalanan umat manusia. Suka atau tak suka, siap atau tidak siap, kematian itu akan datang dengan sendirinya, tanpa diundang!

Masihkah kau akan berkata ” tak punya waktu ” ? Waktu itu netral, kaulah yang mengatur sang waktu itu, untuk berbuat sesuatu. Kerjakanlah sesuatu yang dapat kau tinggalkan bagi generasi selanjutnya, isilah waktumu dengan hal-hal yang bermanfaat. Katakanlah :” wahai sang waktu …. akan ku isi waktumu dengan apapun yang bermanfaat!”  Jangan katakan : ” aku tak punya waktu ” omong kosong! Mengapa? Kalau berkata: “tak punya waktu” itu sama saja mati. Karena hanya orang yang sudah matilah yang   tak punya  waktu lagi untuk berbuat apapun, baginya sudah tamat!
Jangan menyesal, ketika waktu telah lewat. Waktu bergerak terus ke depan, sang waktu tak kenal kata mundur, sang waktu hanya bergerak ke depan, maju, maju dan maju terus, bila kau diam, maka waktu akan menggilasmu, waktu akan “membunuh”mu dengan pedangnya yang sangat tajam, pedang yang tak ada seorangpun dapat menangkisnya!
 Siapa yang bisa membunuh sang waktu? Siapa yang bisa melawan sang waktu ? Siapa yang bisa “mengerem” sang waktu agar tak berputar? Tak seorang pun bisa! Maka pergunakanlah waktumu dengan apapun yang bermanfaat, syukur-syukur bermanfaat bagi kehidupan di Dunia maupun di Akherat ! Mari kita berlomba mengejar sang waktu, berlomba-lomba dalam kebaikan dan kebajikan, fastabiqul khairat,  dengan karya kita sendiri, dengan tulisan kita sendiri, dengan menulis buku sendiri atau menciptakan apapun karya sendiri! Ayo, mari kita kejar sang waktu, kita kejar waktu-waktu kita dengan karya-karya kita sendiri.
Ayo  tulis sesuatu atau berbuat sesuat,  ayo tinggalkan sesuatu yang bermanfaatbuat generasi selanjutnya! Jangan biarkan hidup kita berlalu tanpa bekas apapun. Kita diciptakan Allah, jelas punya misi, bukan asal hidup, bukan asal ada. Ayo kerjakan sesuatu sekecil apapun bentuknya, ayo tulis sesuatu , betapapun sederhananya. Otak, tangan, dan  semua anggota tubuh  masih bisa digunakan! Ayo, gunakan usia kita yang masih ada itu, mari berkejaran dengan waktu yang masih tersedia buat kita,  selagi bonus umur tetap diberikanNya.
Moskow, 24 Mei 2013.

INFO BUKU "Mudah Mengkafirkan: Akar Masalah, Bahaya dan Terapinya"

SURAKARTA (Arrahmah.com) – Penerbit Manjaniq Media, Surakarta, pada bulan Rabi’ul Awwal 1434 H / Januari 2013 M kembali menerbitkan sebuah buku seru. Buku yang berjudul “Mudah Mengkafirkan: Akar Masalah, Bahaya dan Terapinya” tersebut merupakan terjemahan artikel syaikh Athiyatullah Al-Libi rahimahullah yang berjudul Jawabu Sual fi Jihad ad-Da’fi.
Fenomena pengkafiran yang membabi buta
Buku “Mudah Mengkafirkan: Akar Masalah, Bahaya dan Terapinya” adalah terjemahan dari artikel syaikh Athiyatullah Al-Libi alias Abu Abdurrahman Jamal bin Ibrahim Asy-Syitwi Al-Misrati rahimahullah yang berjudul Jawabu Sual fi Jihad Ad-Daf’i, yang secara harfiah berarti Jawaban atas pertanyaan tentang jihad defensif.
Artikel syaikh Athiyatullah Al-Libi rahimahullah tersebut dirilis pada bulan Rajab 1428 H (2007 M) dan diterbitkan oleh Darul Jabhah, divisi penerbitan Al-Jabhah Al-I’lamiyah Al-Islamiyah Al-’Alamiyah (Global Islamic Media Front).
Artikel tersebut kemudian dipublikasikan lebih luas oleh situs-situs jihad internasional yang paling menonjol; Asy-Syumukh, Anshar al-Mujahidin, Al-Fida’, Mausu’atul Jihad al-’Alami dan belakangan Mimbar at-Tawhid wal Jihad.
Artikel syaikh Athiyatullah Al-Libi rahimahullah tersebut membahas secara ringkas dan padat fenomena kemunculan individu dan kelompok yang sangat mudah dan gegabah mengkafirkan sesama muslim ini tanpa mengindahkan kaedah-kaedah pengkafiran yang telah diatur oleh syariat Islam. Secara khusus syaikh Athiyatullah Al-Libi rahimahullah membahas fenomena salat satu kelompok Khawarij kontemporer, yaitu kelompok Abu Maryam Al-Mukhlif. Artikel itu sendiri ditulis oleh syaikh Athiyatullah Al-Libi rahimahullah sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh Al-Jabhah Al-I’lamiyah Al-Islamiyah Al-’Alamiyah (Global Islamic Media Front) tentang syubhat dalam masalah pengkafiran dan jihad defensif yang dianut oleh kelompok Abu Maryam Al-Mukhlif.
Fenomena kemunculan individu dan kelompok yang begitu mudah mengkafirkan sesama muslim tanpa mengindahkan kaedah-kaedah syariat telah memberikan dampak sangat buruk, tidak saja kepada aspek dakwah, namun juga kepada aspek jihad di jalan Allah ta’ala.
Tak kurang dari syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah ikut menyayangkan fenomena ini. Dalam surat yang beliau tulis kepada syaikh Athiyatullah Al-Libi rahimahullah, beliau merekomendasikan kepada syaikh Athiyatullah Al-Libi rahimahullah untuk menulis sebuah buku panduan ringkas guna menyikapi fenomena mudah dan gegabah dalam mengkafirkan sesama muslim tanpa mengindahkan kaedah-kaedah syariat tersebut.
Syaikh Abu Hamzah Al-Muhajir rahimahullah, Mentri Perang Daulah Islam Irak, mengingatkan mujahidin untuk berhati-hati dalam masalah pengkafiran sesama muslim. Beliau menyitir sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam:
وَمَنْ قَالَ: فِي مُؤْمِنٍ مَا لَيْسَ فِيهِ أَسْكَنَهُ اللهُ رَدْغَةَ الْخَبَالِ حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا قَالَ “
Barangsiapa mengatakan tentang diri seorang mukmin suatu ucapan yang tidak ada pada diri mukmin tersebut (fitnahan), niscaya Allah akan menempatkannya pada danau nanah penduduk neraka, sampai ia bisa keluar dari fitnahan yang ia ucapkan.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Al-Hakim dan Al-Baihaqi. Hadits shahih)
Sementara itu Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi dalam fatwanya memperingatkan kaum muslimin untuk mewaspadai pemikiran-pemikiran dan karya-karya tokoh-tokoh Khawarij kontemporer semisal Dhiyauddin Al-Qudsi, Abu Maryam Al-Mukhlif dan Abu Abdurrahman Ash-Shumali.
Sekilas buku ini
mudah mengkafirkan
Dalam artikel Jawabu Sual fi Jihad Daf’i, Syaikh Athiyatullah Al-Libi rahimahullah menulis artikel menguraikan beberapa hal penting terkait dengan fenomena orang-orang yang sangat ekstrim, mudah dan gegabah dalam masalah pengkafiran tanpa mengindahkan kaedah-kaedah syariat. Beberapa hal penting tersebut adalah:
  1. Akar-akar penyimpangan akidah, pemikiran dan akhlak mereka.
  2. Beberapa kontradiksi dalam akidah, pemikiran dan akhlak mereka.
  3. Beberapa hal yang harus dilakukan agar umat Islam terlindung dari kesesatan dan penyimpangan mereka.
  4. Bantahan ringkas atas penyimpangan mereka dalam masalah pengkafiran.
  5. Bantahan atas pemahaman menyimpang mereka dalam masalah jihad defensif.
Meski ringkas, artikel tersebut telah memberikan penjelasan yang cukup tuntas seputar fenomena orang-orang yang ekstrim dalam masalah pengkafiran. Artikel tersebut telah menguraikan fenomena lapangan, akar masalah dan solusi untuk melindungi diri dari pemahaman menyimpang tersebut.
Bahaya fenomena mudah mengkafirkan terhadap bidang dakwah dan jihad
Tidak dipungkiri bahwa beberapa orang yang sangat ekstrim, mudah dan gegabah dalam mengkafirkan sesama muslim tanpa mengindahkan kaedah-kaedah syariat tersebut adalah orang-orang yang memiliki kepedulian sangat tinggi terhadap perjuangan Islam. Bahkan, mereka melakukan hal itu didorong oleh semangat mendakwahkan tauhid, memerangi syirik dan menegakkan panji jihad di jalan Allah Ta’ala.
Niat mereka baik, bahkan sangat baik. Namun terkadang niat yang baik tidak mampu membuahkan hasil yang baik, karena cara untuk merealisasikan niat baik tersebut keliru dan tidak tepat.
buku i'lam tanzih
Syaikh Abdul Aziz bin Syakir Asy-Syarif hafizhahulah dalam artikelnya yang berjudul Tanzihu I’lam Al-Mujahidin ‘an ‘Abatsi Al-Ghulat Al-Mufsidin menyebutkan bahwa sikap mereka yang ekstrim, mudah dan gegabah dalam mengkafirkan tersebut ~sadar maupun tidak sadar~ telah melayani musuh-musuh Islam. Sikap mereka tersebut ~sadar maupun tidak sadar~ telah merusak dakwah dan jihad dari tiga aspek:
Pertama, memisahkan mujahidin dari umat Islam dengan menggambarkan mujahidin ~bagi orang awam yang bodoh dan tidak mengenal hakekat mujahidin~ sebagai orang-orang ekstrim yang mengkafirkan kelompok-kelompok, ulama-ulama dan juru dakwah Islam yang berbeda pendapat dengan mujahidin.
Kedua, menyebar luaskan pemahaman-pemahaman ekstrim di tengah kelompok-kelompok mujahidin dalam perkara-perkara yang sifatnya ijtihad fiqih yang bersifat zhanni. Akibatnya sebagian mujahidin yang terkena racun pemikiran-pemikiran tersebut akan mengarahkan peperangan mereka kepada umat Islam sendiri, yaitu orang-orang Islam yang mereka vonis sebagai “orang-orang musyrik”, “orang-orang kafir” dan “ahlu bid’ah”. Hal itu akan mengalihkan konsentrasi mujahidin dari memerangi aliansi zionis, salibis, paganis dan komunis yang memerangi kaum muslimin.
Ketiga, mengecilkan dan meremehkan kedudukan para ulama mujahidin dan komandan mujahidin dalam pandangan masyarakat serta mencela mereka, dengan tuduhan para ulama mujahidin dan komandan mujahidin memiliki kelemahan di bidang kajian syariat dan tidak memiliki ilmu yang mumpuni.
Dengan demikian masyarakat luas akan meragukan kemampuan para ulama mujahidin dan komandan mujahidin. Lalu masyarakat akan meninggalkan para ulama mujahidin dan komandan mujahidin, terutama para ulama dan komandan yang memiliki peranan penting dalam mengatur jihad di bidang syariat maupun operasi lapangan.
Jika umat Islam telah hilang kepercayaan kepada para ulama mujahidin dan komandan mujahidin serta meninggalkan mereka, maka umat Islam akan menyerahkan kepemimpinan dakwah dan jihad mereka kepada orang-orang bodoh (sufaha’ al-ahlam) dan “anak-anak kecil” (hudatsa’ al-asnan).
Usaha memetik kemenangan dakwah dan jihad yang telah dirintis selama puluhan tahun oleh para ulama mujahidin dan komandan mujahidin akan musnah begitu saja dalam hitungan waktu yang singkat oleh orang-orang yang disifati oleh nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Salam sebagai “orang-orang yang muda usianya dan sempit wawasannya.” Pada saat itulah umat akan menemui kehancurannya dan musuh-musuh Islam bertepuk tangan karena meraih kemenangan dengan “meminjam” tangan orang-orang Islam sendiri. 
Tidak heran apabila banyak ulama dan komandan mujahidin mensinyalir bahwa dinas intelijen para thaghut dan LSM-LSM zionis-salibis biasa menunggangi atau melakukan infiltrasi lewat orang-orang yang sangat ekstrim, mudah dan gegabah dalam mengkafirkan tanpa mengindahkan kaedah-kaedah syariat. Situs mimbar at-tawhid wal jihad, misalnya, menurunkan artikel yang berjudul “Hal hunaka ‘alaqatun baina Muassasah Rand wa ghulat at-takfir” (Apakah ada kaitan antara Rand Corporation dan orang-orang yang ekstrim dalam masalah pengkafiran?).
Mengenal sosok Syaikh Athiyatullah Al-Libi rahimahullah
syaikh athiyath

Syaikh Athiyatullah Al-Libi rahimahullah, penulis artikel tersebut, adalah seorang ulama, komandan jihad dan bahkan amir mujahidin Al-Qaedah wilayah Khurasan (Afghanistan dan Pakistan). Hidupnya diwarnai oleh kegiatan belajar, mengajar, i’dad, hijrah, jihad dan pengelolaan organisasi jihad internasional.
Beliau telah menghabiskan lebih dari dua puluh tahun usianya di medan hijrah dan jihad. Ia turut serta dalam jihad di Afghan (periode jihad melawan komunis Uni Soviet), jihad Aljazair dan jihad Afghan kembali (periode invasi salibisnya 2001-2011) sampai beliau gugur oleh serangan  rudal tentara salibis ISAF pada bulan Ramadhan 1432 H/2011 M.
Semoga Allah merahmati beliau, menerima amal-amal beliau, mengampuni dosa-dosa beliau dan menempatkan beliau di surga Firdaus yang tertinggi. Semoga penerjemahan artikel beliau yang banyak direkomendasikan oleh ulama dan komandan mujahidin ini membawa manfaat bagi kaum muslimin.
Daftar Isi buku
Bagi para pembaca yang belum berkesempatan membaca buku setebal 146 halaman ini, berikut ini kami kutipkan daftar isi buku tersebut.
  • Kata Pengantar Penerbit
  • Keprihatinan ulama dan komandan mujahidin
  • Pertanyaan tentang sebagian orang yang ekstrim dalam mengkafirkan
  • Biografi syaikh Athiyatullah al-Libi, Amir Tanzhim Al-Qaedah Wilayah Afghanistan dan Pakistan
    • Selayang pandang sejarah syaikh dalam jihad
    • Akhlak dan sifat-sifat beliau
    • Sifat-sifat jihad dan kepemimpinan syaikh
  • Jawaban pertanyaan tentang jihad defensif
  • Mukaddimah
  • Fenomena penyimpangan akidah, pemikiran dan akhlak mereka
  • Di antara contoh-contoh kontradiksi yang senantiasa mendera mereka
  • Larangan bersikap ekstrim dalam beragama  
  • Kiat melindungi diri dari penyimpangan dan kesesatan mereka
  • Mewaspadai ketergelinciran ulama
  • Retorika mereka untuk membela penyimpangan mereka
  • Bantahan atas syubhat mereka dalam masalah jihad defensive

Info buku:
Judul: Mudah Mengkafirkan: Akar Masalah, Bahaya dan Terapinya
Penulis: Syaikh Athiyatullah Al-Libi rahimahullah
Penerbit: Manjaniq Media, Surakarta
Cetakan: I, Januari 2013
Kontak person: 082123799124 dan 081329543173

Jatuh Cinta itu boleh tapi ???

jatuh cintaJatuh cinta??? Kata-kata itu tidak asing lagi bagi para remaja saat ini. Mereka yang baru baligh, memliki rasa ingin tahu yang amat tinggi. Terlebih dengan lawan jenis yang hakikatnya bebeda fisiknya dengan dirinya sendiri. Gelora syahwat yang mulai muncul akibat rangsangan dari luar, akan berbahaya jika dikeluarkan di tempat yang tidak semestinya.
Awalnya hanya bertemu dan kemudian saling berpandangan. Sesampainya di rumah, hati pun gelisah. Rasa ingin tahu tidak bisa dikendalikan lagi dan ingin mencari tahu siapa sebenanrnya sosok orang yang menarik perhatian tadi. Berta’ruf pun menjadi jalan yang di tempuh dalam meluapkan rasa keingintahuan tadi. Setelah dekat, akhirnya pun saling berucap janji untuk menjadi pasangan kekasih yang setia. Dan ketika ditanya mengapa pacaran? Kan tidak sesuai dengan Islam? Mereka dengan polosnya menjawab, “kita sudah saling cinta, dan akan berpacaran secara sehat kok. Nggak akan macam-macam.” Jawaban seperti ini banyak dilontarkan para remaja kita. Dan sebagian besar dari mereka, hanya ucapan belaka. Sesehat-sehatnya orang yang berpacaran, tetap saja akan berbuat “kelewatan” dan tentunya melanggar hukum syara’.
Inilah gambaran kecil perilaku para remaja muslim saat ini. Anggapan mereka bahwa pacaran boleh-boleh saja asal tidak melanggar peraturan. Memang aktivitas seperti apakah dahulu yang disebut sebagai pacaran itu. Jika pacaran diartikan ta’aruf untuk mencari seorang istri, tidak masalah. Tetapi jika pacaran itu diartikan hubungan dekat dengan lawan jenis dan bukan mahromnya, itulah yang melanggar aturan islam. Ada yang mengelak lagi,”kita pacarannya cuma smsan kok. Nggak pernah ketemu.” Mungkin sekilas benar, tetapi dengan smsan seseorang akan membayangkan orang yang di ajak smsan itu, dan lama-kelaman ingin bertemu. Padahal Rosul telah bessabda: “Janganlah ada di antara kalian yang berkhalwat dengan seorang wanita kecuali dengan mahram.” (HR. Bukhari dan Muslim). Walaupun kenyataannya tidak berduaan, tetapi dengan dibantu teknolgi, smsan atau telfon tidak berbeda jauh dengan bertemu tatap muka. Jika berkomunikasinya berkempentingan dan tidak melanggar hukum syara, itu yang di perbolehkan dalam islam.
Yang lebih menyedihkan lagi adalah mereka yang menganggap pacaran seperti apapun boleh-boleh saja. “Kalau tidak pacaran, maka tidak gaul.” Banyak yang melontarkan kata-kata itu. Walaupun mereka sudah diberi tahu akibat dari hubungan dekat dengan lawan jenis yang bukan mahromnya, mereka malah menyangkal “hidup-hidup guwe, terserah guwe dong.” Inilah paham kebebasan yang telah merasuki pikiran umat muslim yang disebarkan oleh kaum barat. Kaum kafir yang dari zaman Rosul sudah tidak senang terhadap umat muslim, saat ini sudah berhasil menaklukan umat muslim. Bukan dengan cara peperangan. Karena umat islam jika diperangi mereka malah bertambah kuat. Tetapi dengan cara halus yaitu membuat umat muslim benci dengan kemusliman mereka sendiri. Kaum kafir yang saat ini menguasai sebagian besar centra kehidupan di seluruh dunia, bisa dengan mudah mengntrol pergerakan yang tidak sesuai dengan tujuan mereka. Salah satunya dengan menyebarkan paham liberalisme dan kapitalisme. Kaum kafir yang juga menguasai media, membuat standar kehidupan yang sesuai dengan keinginan mereka. Terlebih lagi mereka bertujuan untuk menghancurkan umat islam. Allah berfirman: “Dan orang-orang Yahudi dan Nasharani tidak akan rela terhadap dirimu sampai dirimu mengikuti agama mereka.” [Al Baqarah: 120].
Kaum kafir juga membuat standar yang namanya “cinta.” Mereka mencekoki umat muslim arti cinta menurut mereka. Mereka membuat standar bahwa cinta adalah jika hati bergejolak penuh syahwat dengan lawan jenisnya. Dan mereka mencontohkan dengan aktivitas pacaran. Pacaran yang dicontohkannya ialah aktiviatas yang berbau seksual dan pacaran ini untuk memenuhi kebutuhan syahwat. Sehingga anak remaja muslim saat ini tidak sedikit yang meniru dan terjerumus jebakan kaum kafir, sehingga masa depan mereka pun hancur oleh kenikmatan semua dunia.
Kalau di telaah lagi, makna cinta yang sebenanya adalah bagaimana seseorang itu berkorban dengan apa yang dia punya untuk sesuatu yang dicintainya. Jika kita mencintai ibu kita, maka kita akan menuruti segala hal apa yang diperintahkan oleh ibu kita. Ini sama halnya dengan cinta kita terhadap Allah dan Rosul kita. Apa yang dipertintahkan oleh Allah, apa yang dilarangNya, apa yang di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW, maka kita harus melakukannya. Kerana cinta kepada Allah adalah cinta yang tertinggi. Jika kita benar-benar mencintai Allah, maka hendaknya kita harus memberi segala sesuatu yang kita punya untuk dikorbankan kepada Allah SWT. lantas apakah keuntungan buat kita, jika kita cinta mati terhadap Allah SWT.? Tentunya kita akan mendapat ganjaran tertinggi, yaitu surganya Allah SWT.
“Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imraan: 31)
Muhamad Nur Irfan <ir_ervan@ymail.com>

Harga Sebuah Senyuman

senyumIndahnya bunga. Keindahannya mampu melahirkan aneka keindahan baru. Wewangian yang menyegarkan. Juga, keserasian bentuk dan warna yang menakjubkan dan menenteramkan. Sayangnya, tiupan angin kerap membuat bunga terkoyak. Keindahannya pun menjadi pudar.


Betapa nikmatnya hidup kala mampu membuat orang-orang tercinta tetap tersenyum. Bahagia, damai. Hidup menjadi begitu bergairah. Seberat apa pun beban kehidupan, demi senyum, akan terasa ringan.
Sayangnya, tidak semua orang mampu mencetak senyum untuk waktu yang lama. Selalu saja ada badai yang membuat jalan hidup tak lagi seperti di jalan tol. Muncullah kerikil-kerikil masalah. Bahkan, koral-koral konflik yang siap mengoyak senyum untuk waktu yang cukup lama.
Seperti itulah bayang-bayang rasa Pak Deden. Sepuluh hari sudah ia nyaris tak mendapati senyum-senyum yang biasa hinggap dalam pandangannya. Senyum orang-orang yang ia cintai. Semua hampir terkubur bersamaan dengan kecelakaan mobil yang ia alami.
Sejak itulah, Pak Deden tak lagi bisa menjalankan bisnisnya. Dokter pernah bilang kalau ia baru bisa benar-benar sembuh dari patah tulang kaki dan tangan sekitar empat hingga lima bulan. Itu pun dengan catatan. Ia tak lagi bisa tampil seperti dulu. Ada cacat tubuh yang harus ia terima untuk waktu yang cukup lama. Mungkin tahunan. Atau, sama sekali tak pernah sembuh.
Masalahnya, bukan bertumpu pada sakit dan cacat. Insya Allah, Pak Deden menerima itu sebagai musibah. Ia harus terima ketentuan Allah itu dengan lapang dada. Tanpa protes. Apalagi buruk sangka.
Tapi, bisnis percetakan yang baru beberapa bulan ia geluti menanti hak. Sebagian besar modalnya berasal dari pinjaman. Jumlahnya lumayan besar, hampir dua ratus juta rupiah. Gimana mungkin bisa ia kembalikan, kalau bisnis itu tak lagi bisa ia tangani. Padahal, ia sudah terlanjur janji kalau modal itu bisa ia kembalikan dalam waktu setahun. Dan tenggat itu tinggal beberapa bulan.
Belum lagi buat biaya pengobatan. Mobil satu-satunya sudah terjual buat biaya rumah sakit. Pak Deden merasa tak ada lagi yang bisa ia uangkan, kecuali motor dan dua sepeda anak-anaknya. Kalau rumah tak mungkin. Soalnya tanah dan rumah berukuran seratus meter itu masih milik orang tua.
Pak Deden benar-benar bingung. Pusing. Kalau saja bukan karena keimanan, ia ingin lari saja dari dunia ini. Ia ingin pergi jauh sekali. Dan tak akan pernah kembali.
Sesekali ia menatap lekat isteri dan dua anaknya. Setiap kali tatapan itu jatuh ke wajah mereka, pantulan sedih dan susah mengoyak hati Pak Deden. Nyaris, tak ada lagi senyum menghias wajah manis isterinya. Tak ada lagi senyum canda anak-anaknya yang masih sekolah dasar. Semuanya seperti tersulap, hilang dalam sekejap.
Dua minggu yang lalu, pemandangan itu tak pernah terbayang Pak Deden. Masih segar dalam ingatanya, bagaimana di hari Ahad terakhir itu ia berlibur ke kawasan puncak. Indah. Keindahan alam itu belum seberapa dibanding dengan pemandangan senyum-senyum yang terukir dari balik bibir isteri dan anak-anaknya. Kedengarannya begitu renyah. Membuat arena hidup jadi begitu berwarna. Sebuah harga yang teramat mahal untuk sebuah keluarga.
Masih terbayang bagaimana Pak Deden berlari-lari mengejar si bungsu yang baru bisa bersepeda. Larinya kian bersemangat saat sang anak mengeluarkan tawa riang. “Terus…, goes terus, Nak!” suara Pak Deden sambil terus berlari dengan kakinya yang masih sehat.
Masih segar dalam ingatan Pak Deden bagaimana ketika ia pulang membawa televisi baru. Tak seorang pun yang tak senyum kala itu. Sambil berjingkrak kecil, kedua anaknya menemani sang ayah membuka kardus. Saat itu juga, isteri tercintanya menghampiri. “Lancar bisnisnya, Yah?” suara sang isteri sambil ikut melihat. Perlahan, Pak Deden membuka pembungkus televisi baru itu dengan kedua tangannya yang sehat.
Kini, kaki dan tangannya tak lagi seperti dulu. Jangankan mampu membuahkan senyum, menggerakkannya pun sudah susah. Justru, kaki dan tangannya menjadi bahan tangis orang-orang yang ia cintai itu.
Andai, ia tak terlalu ngebut waktu itu. Andai ia menuruti nasihat isterinya. Andai…. “Astaghfirullah,” suara Pak Deden beriring nafasnya yang mulai tak beraturan. Ia berusaha menutup rapat pintu-pintu setan. Semua kehendak Allah. Akan selalu ada kebaikan di balik itu. Lagi-lagi, Pak Deden beristighfar. Mungkin, ada salah yang tak ia sadari.
Mata Pak Deden menyapu sekeliling ruangan. Sepi. Hari menjelang siang seperti itu memang biasa sepi. Kecuali, isterinya yang saat ini mulai mengajar. Kedua anaknya masih sibuk-sibuk di sekolah. Ah, kayak apa air muka mereka saat ini. Pak Deden mencoba menangkap kesan. “Semoga mereka tetap tersenyum. Semoga, hidayah Allah memberkahi senyum-senyum hati mereka. Semoga, masih banyak senyum di balik jendela lusa,” ucap Pak Deden dalam hati.
Menatap senyum memang tak ubahnya seperti menikmati indahnya bunga. Segar, menenangkan. Namun, bukan salah angin bertiup kencang. Dan bukan dosa angin yang membuat bunga terkoyak. Kitalah yang mesti cermat menggali. Dengan cara apa lagi, bunga senyum lain bisa hadir kembali.(nh)

Syukur adalah Kacamata Terindah

alamOleh: Syaripudin Zuhri
Banyak sekali manusia yang tak besyukur kepada Allah SWT, jangankan manusia sebagai makhluk social, yang hidup bersama dengan orang lain, manusia sebagai individu atau perorangan saja banyak yang tak bersyukur, tak bersyukur, yang ada keluh kesah saja dan seringkali bahkan yang dibadingkan dengan orang lain.
Dengan kalimat yang mungkin sering anda dengar’ dia sih enak” kata A kepada B. “ dia si enak” kata B kepada C, “dia sih enak “ kata C kepada D begitu seterusnya, sehingga yang terjadi “ enak atau nikmat itu selalu ada pada kerjaan orang lain, rumah orang lain, mobil orang lain, harta orang lain dan seterusnya.
Sedangkan yang ada pada dirinya,” tak  ada enak-enaknya, kurang terus dan lahirlah keluhan terus”, dengan demikian akan melahirkan sikap yang tak mau bersyukur, padahal syukur adalah kaca mata terindah yang dimiliki oleh manusia manapun, jika mau memakainya.
Syukur adalah kaca mata yang paling nikmat, dengan syukur pemandangan menjadi lebih indah. Bersyukur kepada Allah SWT, dimana dan kapanpun kita berada, karena telah begitu banyak nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita. Jika kita mau menghitung, banyaknya tak tehingga. Jika dibandingkan dengan ujian dan cobaan, nikmatNya masih lebih banyak, karuniaNya lebih banyak lagi.
Sehatmu lebih banyak dari sakitmu, nikmat yang kamu terima lebih banyak dari cobaan, rezekimu yang dating lebih banyak dari rezkimu yang hilang, yang diberikanNya lebih banyak dari yang diambilNya. Kesempatan yang diberikan padamu, lebih banyak dari kesempitan yang menimpamu. Kenyang kau rasakan sesudah makan, lebih banyak dari laparmu.
Kekayaan yang kau dapat lebih banyak dari kimiskinan yang kau peroleh, itupun kalau kau miskin. Kesenangan yang kau peroleh, lebih banyak dari kesusahan yang menimpamu. Hari-hari dimana kau punya uang di sakumu, lebih banyak dibandingkan hari-harimu tanpa uang atau di dompet kosong sama sekali.
Begitu juga tentang kebahagiaan yang kamu rasakan dalam tiap harinya, lebih banyak dari deritamu, itupun kalau kau menderita. Hari-harimu tanpa celaan dan hinaan lebih banyak dari-hari-hari ketika kau di cela atau di hina orang lain, itupun kalau kau merasa di cela atau merasa di hina, jika kau cuek dengan celaan dan hinaan, karena kau tak mudah tersinggung, maka celaan dan hinaan apapun bentuknya tak membuatmu sakit hati atau tersinggung.
Kalau terus ditelesuri antara kelebihan dan kekurangan yang kau terima, akan ditemukan daftar sangat panjang, sepanjang nikmatNya yang telah kau terima, yang begitu banyak, yang tak sanggup kau menghitungnya. Dari daftar tersebut akan ditemukan begitu banyak kelebihan yang kau terima dibandingkan kekurangan.
Maka dengan kaca mata syukur, hidup akan menjadi lebih bahagia, lebih tenang dan lebih berlapang dada, karena mudah berterima kasih terhadap apapun yang diterimanya dan bersabar bila yang diterimanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan atau yang di inginkan. Dan firmanNya, “ Bila kau bersyukur atas nikmatKu, maka akan Aku tambahkan nikmat itu padamu, namun jika kau kupur atas nikmatKu, ingat, azabKu sangat pedih “ ( QS Ibrohim : 7 ).
Ketika kau merasa sedang menderita, coba ingat kembali kebahagiaan yang pernah kau peroleh. Ketika kau merasa sedih, coba kembali menengok kebelakang, apakah kesedihan itu lebih banyak dari tawa dan senyumu? Begitu juga saat kau sakit, hitunglah saat sehatmu. Jika ujian datang berupa kesusahan atau derita, bukankah kau sering kali lulus menghadapinya? Ketika kau sendirian tanpa teman, coba lihat kembali ketika kau sedang duduk bersenda gurau dengan teman-temanmu, mana yang lebih banyak?
Ketika kritikan datang mungkin bertubi-tubi di suatu saat, coba hitung berapa pujian yang telah kau terima sebelumnya dan seandainya kau tidak pernah menerima pujian, apakah lantas kau surut kebelakang, menarik diri dan hidup di goa-goa yang sunyi sepi atau kau melarikan diri dari “dunia” ramai. Kalau itu yang kau lakukan, mari perhatikan yang satu ini : “ Manusia yang hidup bersama orang lain dan bersabar terhadap kritikan mereka, itu lebih baik dibandingkan manusia yang menyendiri, takut akan kritik dan tenggelam di telan sang waktu
Ketika suatu saat tiba-tiba saja kau merasa kehilangan, kecopeten, kecurian dan sebagainya, coba kau bandingkan dengan harta yang telah kau terima, mana yang lebih banyak? Begitu juga bila saat kau menerima berita kematian, entah teman, sahabat, saudara atau yang lainnya, bandingkan lagi dengan berita yang kau terima, berupa kelahiran, ulang tahun dan sebagainya, mana yang lebih banyak? Dan kalaupun kau mati pada suatu saat nanti, coba hitung berapa kehidupan yang sudah kau terima setiap harinya, bukankah jika kita masih bisa bangun dari tidur di pagi hari, itu berarti kita telah menerima kehidupan kembali? Bukankah hakekat hidup kita sehari semalam hanya 24 jam?
Bukankah itu berarti kehidupan yang telah diberikanNya begitu banyak, sebanyak jam-jam yang telah kita lewati, nah sedangkan saat kita mati, mati hanya sekali saja. Dan sat kematian tiba, itupun bukan sesuatu yang membuat ketakutan yang sangat luar biasa, bukankah pada saat itu kita akan bertemu pada yang telah menciptakan kita , yang telah memberikan hidup pada kita, bukankankah kita milikNya, titipanNya?
Nah bila yang punya akan mengambil sesuatu yang memang miliknya, apakah kita bisa melarangnya, menggugatnnya atau memperotesnya? Bagitu juga saat Dia akan mengambil roh yang telah dititipkan pada kita, nah kalau Dia mau ambil titipannya, apakah kita juga mau protes, mau melarang, mau membantah atau mau mengguggatnya? Seandainya kita bisa protes, melarang, membantah atau menggugat, bisakah sunnatullah menjadi hilang? Tentu saja tidak, ketentuanNya akan berlaku.
Kembali kepada syukur, jika kau ingkari setiap apa yang telah kau terima betapapun kecilnya, itu artinya kau kupur nikmat. Atau kau mau mendustai setiap rezeki yang kau terima? Jika itu yang kau lakukan, kupur nikmat pantas kau sandang. Tentu saja kita tak mau dikatakan sebagai hambaNya yang kupur nikmat. Dan sebenarnya Allah SWT telah menantangmu dengan firmanNya dalam surat Ar Rahman mulai dari ayat ke 13 : “ Nikmat Tuhan yang mana lagi yang mau kau dustakan?
Ayat itu di ulang-ulang dalam firmanNya, tak kurang dari 31 kali, hanya dalam satu surat saja! Seakan-akan Tuhan ingin membuka mata hati kita lebar-lebar, untuk melihat sebanyak-banyak karuniaNya, nikmatNya. Jika hal tersebut tak juga di sadari, manusia macam apa kita? Begitu banyak nikmatNya, sampai tak terhitung…, eh masih saja mengingkari, masih saja kupur terhadap nikmatNya, masih saja merasa kurang, masih saja mengeluh yang berkepanjangan, tak habis-habisnya, tak henti-hentinya mengeluh , mengeluh dan mengeluh.
Seharusnya di lidah kita penuh dengan rasa syukur, alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah yang tak habis-habisnya, itu semestinya, mengapa? Karena saat kita bersyukur itupun sudah menggunakan karuniaNya, nikmatNya. Ayo, siapa yang berani bilang lidahnya, mulutnya, suara syukur yang keluar dari mulutnya adalah ciptaannya sendiri? Ayo siapa yang berani bilang, bahwa ketika kata syukur itu keluar itu, karyanya sendiri? Bukankah kata “ Alhamdulillah” itu ajaranNya, firmanNya? Ayo siapa yang berani bilang bahwa ketika dia bersyukur itu terlepas dari kehendak Allah SWT?
Sebagai tanda syukur kepadaNya, kitapun diharuskan untuk terus menerus berbuat pada sesama manusia ciptaanNya, juga kepada hewan dan tumbuhan. Rasa syukur yang paling baik adalah kita menjadi rakhmat bagi seluruh alam, rakhmatan lil alamin, sebagaimana dicontohkan rosulullah SAW.
Apakah yang harus kita lakukan sekarang dan seterusnya? Yang kita lakukan adalah banyak bersyukur atas nikmatNya, banyak bersyukur atas rejekiNya, banyak bersyukur atas karuniaNya, banyak bersyukur atas ciptaanNya , banyak bersyukur atas lingkungan yang telah diciptakanNya, banyak bersyukur atas segala-segalanya. Semoga kita semua menjadi hamba-hambaNya yang pandai bersyukur kepadaNya.
Bila setelah menjadi uraian di atas, masih saja timbul rasa keluh kesah, dan selalu merasa diri masih saja kurang, dan tak menghargai apa yang sudah dimiliki, mintalah petunjuk kepada Allah SWT, mohon kepadaNya agar diberikan hati, lidah, mata, telinga dan seluruh anggota tubuh untuk pandai bersyukur kepadanya, karena dengan ucapan yang paling sederhana dari syukur saja itu sudah ibadah!
Ya mengucapkan “ alhamdulillah “ saja itu sudah ibadah, ringan mengucapkannya, tapi timbangan amalnya berat. Dan jangan lupa gratis, tak perlu alat apapun untuk mengucapkannya, itu bagi orang yang beriman, tapi yang kupur nikmat, walaupun mengucapkan “alhamdulillah” ringan, berpahala dan gratis, tetap saja tak mau bersyukur, tak mau mengucapkannnya, apa lagi untuk mengamalkannya, jauh panggang dari api.

Moskow, 7 Juni 2013.